Boarding School sebagai Model Sekolah Masa Depan
(Teori dan Penerapannya di Indonesia
& Beberapa Negara Maju)
Oleh: Dr. Jamilah
I.
Pengantar
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat vital,
karena pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan masa depan
setiap anak. Orang tua pun tentunya ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya
dan melihat anaknya menjadi pribadi yang sukses, bukan hanya sukses dalam hal
“materi” namun juga suskses dalam mengendalikan dan memberdayakan pribadi
baiknya.
Perkembangan lingkungan sosial yang begitu pesat
meningkatkan tantangan dan pengaruh yang tidak kecil bagi perkembangan
pendidikan dan pembentukan pribadi anak, seperti meluasnya peredaran obat
terlarang, narkotik, pergaulan bebas, tawuran remaja sehingga menumbuhkan
kekhawatiran pada orang tua tersebut. Ditambah globalisasi di bidang budaya,
etika dan moral yang didukung oleh kemajuan teknologi di bidang tarnsportasi
dan teknologi. Bagi anak yang tidak dapat memanfaatkan perkembangan dunia
dengan baik dan benar akan menghantarkan mereka pada perilaku yang menyimpang
dari agama dan mangakibatkan krisis moral pada anak bangsa.
Dari hal itulah diperlukan suatu pendidikan yang mana
didalamnya tidak hanya memberikan pengetahuan-pengetahuan pada anak yang hanya
bersifat umum, tetapi juga pengetahuan keagamaan yang dapat memperbaiki akhlak
dan dapat dijadikan panduan untuk menjalani kehidupan yang lebih terarah dan
tidak menyimpang dari ajaran sang kholik. Ini berarti ada keseimbangan antara
pengetahuan umum dan agama. Untuk itu, “Pendidikan yang memadukan sekolah dan
pesantren (Sekolah Terpadu)” merupakan salah satu solusi baik bagi orang tua
dan anak dalam mengatasi tantangan perkembangan zaman sekarang dan untuk
mencapai keunggulan, baik pada aspek akademik, nonakademik, maupun pribadi yang
kuat, kokoh dan mantap dalam diri anak. Dalam makalah ini akan dibahas secara
singkat mengenai sistem pendidikan sekolah terpadu yang merupakan bagian dari
pembaharuan sistem pendidikan pesantren yang modern.
Saat ini tidak ada sekolah dari berbagai lapisan dan
tingkat kependidikan yang secara khusus memiliki kemampuan menghasilkan para
peserta didiknya untuk menjadi pemimpin. Belum ada format pendidikan untuk
mempersiapkan pemimpin, apalagi dengan harapan untuk dapat melahirkan pemimpin
masa depan. Pemimpin bangsa memang tidak bisa disiapkan secara sengaja melalui
institusi pendidikan. Namun, tentunya dalam proses pendidikan semua peserta
didik akan banyak belajar dan mendapatkan “pelajaran” yang langsung atau tidak
langsung akan berpengaruh terhadap kualitas dan gaya kepemimpinannya.
Mengingat pendidikan berbeda dengan pengajaran,
pendidikan mempunyai arti yang lebih luas lagi. Pendidikan dapat berlangsung di
masyarakat, di keluarga, di tempat bekerja dan tempat lainnya sementara
pengajaran dalam prosesnya harus berlangsung secara terorganisir melalui
institusi (formal) persekolahan termasuk di perguruan tinggi dengan menumbuhkan
nilai-nilai positif yang bermanfaat di kemudian hari. Siswa perlu diajarkan dan
dikenalkan secara dini dalam sistem pendidikan (nasional) agar pada saat
dibutuhkan mereka telah memiliki kapasitas dan akseptabilitas yang
memadai untuk memimpin. Pendidikan menjadi sesuatu yang sangat penting dan
telah menjadi suatu kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi dalam upaya
memberdayakan masyarakat agar dari masyarakat yang sudah terbedayakan ini akan
lahir pemimpin-pemimpin bangsa yang efektif, baik pemimpin politik, bisnis,
agama, maupun sosial.
Di Indonesia munculnya sekolah-sekolah Berasrama (Boarding
School) sejak pertengahan tahun 1990. Hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi
pendidikan Indonesia yang selama ini berlangsung dipandang belum memenuhi
harapan yang ideal. Boarding School yang pola pendidikannya lebih komprehensif-holistik
lebih memungkinkan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang ideal untuk
melahirkan orang-orang yang akan dapat membawa gerbong dan motor pergerakan
kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan agama.
II.
|
Bersandar/begantung kepada diri sendiri (kemandirian)
adalah kunci (dasar) keberhasilan (ungkapan filosofis).
A. Pendidikan
Terpadu
Menurut UU Kependidikan, sekolah
terpadu adalah keterpaduan antara sekolah umum dengan sekolah khusus. Sekolah
khusus yang dimaksud adalah Sekolah Luar Biasa seperti SLB untuk penyandang
cacat, baik cacat fisik maupun mental. Sehingga ada dua macam pola pendidikan
dalam satu sekolah. Sedangkan Pendidikan Terpadu yang di maksud adalah pola
pendidikan yang melibatkan seluruh elemen hidup kedalam dunia pendidikan, baik
terpadu secara sistim, terpadu untuk para pendidik, terpadu dalam penerapan
kurikulum, terpadu penggunaan metode, sampai kepada terpadu peran serta
masyarakat dan orang tua. Inti dari terpadu yang dimaksud adalah adanya
substansi pendidikan yang mencakup dua dimensi mendasar guna menjawab berbagai
permasalahan diatas. Pertama, dimensi dunia dengan pengembangan pemikiran
kreatif dan berpengetahuan tinggi serta orientasi teknologi supaya hasilnya
nanti tak kalah dengan produk bangsa lain. Untuk itu perlu ditanamkan rasa
senang kepada peserta didik akan belajar bukan hanya untuk meraih nilai tinggi
secara teori, tetapi bagaimana supaya menghasilkan karya yang luar biasa. Jika
telah ada rasa senang, maka akan membangkitkan kreatifitas untuk selalu
menemukan gagasan-gagasan dan inovasi baru yang cemerlang. Kedua, dimensi
akhirat untuk menjawab gambaran realitas tentang lost generation, karenanya,
diperlukan pegangan “ideologi baku” yang disampaikan melalui tauladan dari para
pendidik sebagai pilar utama pencetak produk pendidikan. Pesan moral
disampaikan setiap saat baik dikala belajar maupun tidak. Idiologi baku adalah
sebuah pedoman tatanan perilaku fitrah hidup manusia yang paling sempurna yaitu
kitab suci Al-Qur’an dan sunnah nabi. Apabila pesan moral ini sampai kepada
peserta didik, maka bukan tidak mungkin autputnya akan berkualitas sebagai
individu sukses, dengan bekal ilmu dan akhlaq, punya ketinggian pengetahuan dan
teknologi, tetapi tidak lupa akan jatidirinya sebagai manusia yang selalu
tunduk pada aturan Tuhan.
Menurut saya pendidikan terpadu
merupakan pendidikan yang mengintegrasikan pendidikan umum dan keagamaan.
Lembaga yang menerapkan model pendidikan ini biasanya disebut Sekolah terpadu.
Sekolah terpadu merupakan sekolah atau lembaga pendidikan yang mana didalamya
memadukan antara sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan sekolah
(umum).
Pondok pesantren adalah suatu
lembaga pendidikan keagamaan islam yang tumbbuh serta diakui oleh
masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (kampus) dimana santri-santri menerima
pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada
dibawah kedaulatan dari leadership seorang atau beberapa orang kiai dengan
ciri-ciri khas yang bersifat kharismatis serta independen dalam segala hal.
Sistem pesantren selalu diselenggarakan dalam bentuk asrama atau kompleks
asrama dimana santri mendapatkan pendidikan dalam suatu situasi lingkungan
social keagamaan yang kuat dalam ilmu pengetahuan yang diperlengkapi dengan
atau tanpa ilmu pengetahuan umum. Namun seiring berkembangnya zaman alangkah
lebih baiknya jika pesantren tidak hanya terfokus pada masalah pengetahuan
keagamaan saja, tetapi harus dapat mengembangkan sistem pembelajaran dengan
memadukannya dengan pengetahuan umum, karena manusia hidup di dunia yang juga
harus dapat menyesuaikan dirinya dengan perkembangan zaman.
Nurhayati Djamas menyebut “Sekolah Terpadu” dengan nama “Sekolah Islam Unggulan”. Beliau
mengartikan bahwa Sekolah Islam Unggulan adalah salah satu bentuk lembaga
pendidikan islam hasil modifikasi antara model pendidikan islam di lembaga
pendidikan tradisional pesantren dan sistim pendidikan klasikal yang diadopsi
dari model sekolah Barat.
Menurut beliau terdapat dua model
sekolah unggulan, yaitu: Model pertama, sekolah-sekolah umum yang menerapkan
kurikulum pemerintah yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan
mengombinasikannya dengan memberikan penekanan pada pendidikan agama islam yang
didukung oleh environment keagamaan
islam tanpa siswa harus menetap dan bermukim di Sekolah. Model lain dari
sekolah islam unggulan yaitu penerapan pola pendidikan di Sekolah Islam seperti
dilingkungan pesantren dimana para siswa mondok dikampus Sekolahnya (Boarding School) di bawah asuhan para
pengasuh lembaga pendidikan tersebut. Sekolah islam model ini menerapkan pola
pendidikan terpadu antara penekanan pada pendidikan agama yang dikombinasi
dengan kurikulum pengetahuan umum yang menekankan pada penguasaan sains dan
teknologi.
Jadi, dalam sistem pendidikan
Sekolah Terpadu yang kedua ini para murid mengikuti pendidikan reguler dari
pagi hingga siang di sekolah, kemudian dilanjutkan dengan pendidikan agama atau
pendidikan nilai-nilai khusus di malam hari. Selama 24 jam anak didik berada di
bawah didikan dan pengawasan para guru pembimbing.
Muhaimin dalam mengartikan Sekolah
terpadu berarti memadukan sekolah dan pesantren. Sekolah terpadu
bersinkronisasi dengan kebijakan pendidikan nasional sehingga terbiasa dengan
perubahan-perubahan dan inonasi. Masuknya pesantren ke dalam sekolah berarti
bukan hanya bertugas memelihara dan meneruskan tradisi yang berlaku di
Pesantren, tetapi juga mengembangkan pola-pola budaya baru agar bisa membantu
peserta didik dan masyarakat untuk mengakomodasi perubahan yang sedang
dan yang sudah terjadi. Bahkan mampu mengembangakan pola-pola pelatihan dan
pendidikan “baru” guna menjawab tuntutan perubahan dari zaman ke zaman. Peserta
didik di Sekolah Terpadu diposisikan sebagai siswa sekaligus santri.
Guru/pendidiknya pun diposisikan dan dikondisikan sebagai ustadz/ustadzah atau
kiai/nyai.
Penerapan Kurikulum Terpadu
sebenarnya masih mengikuti aturan kurikulum pendidikan nasional yang
diberlakukan saat ini, hanya saja cara penyajian dan kemasannya berbeda dengan
yang biasa diberlakukan di sekolah umum. Pertama,
Penyajian pada kurikulum terpadu, dilengkapi dengan perombakan dan pembaharuan
seperlunya dari kurikulum nasional secara lokal. Kedua, Selain itu tidak hanya memberlakukan kurikulum dari Diknas
semata, tetapi dipadukan dengan adopsi pelajaran keagamaan dari Depag dengan
perubahan seperlunya. Ketiga, sebagai
tambahan lain, dibarengi dengan penerapan materi dan proses pembelajaran yang
layaknya diajarkan di pesantren-pesantren, seperti praktik ibadah, pembelajaran
membaca dan pendalaman Al-qur’an, bahasa Arab dan lainnya. Ke-empat, sebagai penyempurnanya dipadukan dengan sosialisasi
nilai-nilai akhlaqul karimah pada setiap proses pembelajaran maupun diluar itu
dengan pembinaan mental keimanan peserta didik di setiap waktu selama berada di
ruang lingkup sekolah.
kelima, pada hari-hari libur rutin sekolah, diadakan kegiatan ekstra sebagai bekal keterampilan penunjang kurikuler yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti, pelatihan komputer, bahasa Inggris dan Asing, kepanduan dan lain-lain. Kegiatan lain yang diadakan jika libur panjang adalah pembinaan intensif seperti Pesantren Ramadhan, outbond, camping kreatif, rekresai, dan sebagainya. Ke-enam, untuk menumbuhkan sikap kepekaan sosial, diadakan program kunjungan ke berbagai lapisan masyarakat, lembaga, atau badan sosial. Sasaran utamanya adalah peserta didik memahami bahwa masih ada sisi kehidupan lain yang belum sempat di lihatnya. Melalui pembelajaran dan pengalaman langsung ke lapangan seperti, panti asuhan, pasar, pemukiman kumuh, maupun lembaga formal lain dapat membawa kesan yang tak terlupakan.
kelima, pada hari-hari libur rutin sekolah, diadakan kegiatan ekstra sebagai bekal keterampilan penunjang kurikuler yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti, pelatihan komputer, bahasa Inggris dan Asing, kepanduan dan lain-lain. Kegiatan lain yang diadakan jika libur panjang adalah pembinaan intensif seperti Pesantren Ramadhan, outbond, camping kreatif, rekresai, dan sebagainya. Ke-enam, untuk menumbuhkan sikap kepekaan sosial, diadakan program kunjungan ke berbagai lapisan masyarakat, lembaga, atau badan sosial. Sasaran utamanya adalah peserta didik memahami bahwa masih ada sisi kehidupan lain yang belum sempat di lihatnya. Melalui pembelajaran dan pengalaman langsung ke lapangan seperti, panti asuhan, pasar, pemukiman kumuh, maupun lembaga formal lain dapat membawa kesan yang tak terlupakan.
B. Boarding
School
Boarding school terdiri dari dua
kata yaitu boarding dan school. Boarding berarti asrama. Dan school berarti
sekolah. Boarding School adalah sistem sekolah berasrama, dimana peserta didik
dan juga para guru dan pengelola sekolah tinggal di asrama yang berada dalam
lingkungan sekolah dalam kurun waktu tertentu biasanya satu semester diselingi
dengan berlibur satu bulan sampai menamatkan sekolahnya.
Di lingkungan sekolah, para siswa
dapat melakukan interaksi dengan sesama siswa, bahkan berinteraksi dengan para
guru setiap saat. Contoh yang baik dapat mereka saksikan langsung di lingkungan
mereka tanpa tertunda. Dengan demikian, pendidikan kognisi, afektif, dan
psikomotor siswa dapat terlatih lebih baik dan optimal.
Boarding School yang baik dijaga
dengan ketat agar tidak terkontaminasi oleh hal-hal yang tidak sesuai dengan
sistem pendidikan atau dengan ciri khas suatu sekolah berasrama. Dengan
demikian peserta didik terlindungi dari hal-hal yang negatip seperti merokok,
narkoba, tayangan film/sinetron yang tidak produktif dan sebagainya.
Di sekolah dengan sistem ini, para siswa mendapatkan pendidikan dengan
kuantitas dan kualitas yang berada di atas rata-rata pendidikan dengan sistem
konvensional.
Untuk menjawab kemajuan jaman, sekolah-sekolah dengan sistem boarding telah
merancang kurikulumnya dengan orientasi kebutuhan masa depan. Penerapan
pembelajaran berbasis IT semisal penggunaan bahan ajar dengan power point,
flash, penggunaan internet sebagai sumber informasi utama, pemanfaatan perpustakaan
sebagai sumber belajar yang efektif, penayangan film yang relevan dengan materi
pelajaran, penggunaan lab bahasa dan lab komputer yang intensif, telah lazim
diterapkan di sekolah-sekolah ini. Kurikulum yang disajikan kepada para
siswapun sedikit berbeda di banding sekolah lainnya. Di lingkungan sekolah ini,
para siswa dipacu untuk menguasai ilmu dan teknologi secara intensif. Hal ini
dilakukan untuk mengantisipasi dampak perkembangan iptek yang begitu pesat.
Adapun srategi pendidikan islam dalam menghadapi tantangan modernisasi berkat
kemajuan iptek mencakup ruang lingkup sebagai berikut:
ü Motivasi
kreatifitas anak didik ke arah pengembangan iptek itu sendiri, dimana
nilai-nilai islami menjadi sumber acuannya.
ü Mendidik
ketrampilan memanfaatkan produk iptek bagi kesejahteraan hidup umat manusia
pada umumnya dan umat islam pada khususnya.
ü Menciptakan
jalinan yang kuat antara ajaran agama dan iptek, dan hubungan yang akrab dengan
para ilmuwan yang memegang otoritas iptek dalam bidang masing-masing.
ü Menanamkan
sikap dan wawasan yang luas terhadap kehidupan masa depan umat manusia melalui
kemampuan menginterpretasikan ajaran agama dari sumber-sumbernya yang murni
kontekstual dengan masa depan kehidupan manusia.
Selama di lingkungan asrama/pondokan mereka dilatih untuk menerapkan
ajaran agama atau nilai-nilai khusus spiritual, tak lupa mengekspresikan rasa
seni dan ketrampilan hidup di hari libur.
Prinsip dasar pendidikan dengan sistem boarding school, berupaya mengintegrasikan
ayat qauliyah dan kauniyah. Sumber pemikiran dari ayat qauliyah menghasilkan
pemikiran di bidang fiqih, tasawuf dan lainnya. Sumber pemikiran ayat kauniyah
menghasilkan pengetahuan di bidang sains dan teknologi, aspek pemikiran dimana
dunia islam dewasa ini sangat ketinggalan dibandingkan dengan kemajuan di
bidang itu di dunia Barat. Karena itu, perubahan orientasi pandidikan islam,
dengan mulai memperhatikan fenomena ciptaan Allah (ayat kauniyah) sebagai
sunnatullah dan memasukkan sains dan teknologi sebagai bagian pemikiran
keislaman yang ditrasmisikan di lembaga pendidikan islam, tidaklah melenceng
dari konsep tafaqquh fiddin.
Sistem pendidikan boarding school diantaranya yaitu:
·
Dari segi sosial, sistem boarding school mengisolasi
anak didik dari lingkungan sosial yang heterogen yang cenderung buruk. Di
lingkungan sekolah dan asrama dikonstruksi suatu lingkungan sosial yang relatif
homogen yakni teman sebaya dan para guru pembimbing. Homogen dalam tujuan yakni
menuntut ilmu sebagai sarana mengejar cita-cita.
·
Dari segi ekonomi, boarding school memberikan layanan
yang paripurna sehingga menuntut biaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu anak
didik akan benar-benar terlayani dengan baik melalui berbagai layanan dan
fasilitas.
·
Dari segi semangat religiusitas, boarding school
menjanjikan pendidikan yang seimbang antara kebutuhan jasmani dan ruhani,
intelektual dan spiritual. Diharapkan akan lahir peserta didik yang tangguh
secara keduniaan dengan ilmu dan teknologi, serta siap secara iman dan amal
soleh.
Pendidikan dengan sistem boarding school antara lain mencakup:
·
Salimun ‘aqidah atau penanaman akidah yang selamat
·
Sahihul ‘ibadah atau
ibadah yang benar
·
Matinul khuluq atau penenaman akhlak terpuji
·
Quadirul ‘alal kasbi atau mengajarkan kemandirian secara
ekonomi
·
Mu’saqaful fikri atau menggugah untuk berwawasan
luas dengan gemar membaca dan menulis
·
Qowiyul jims atau melatih fisik yang kaut
·
Mujahidun lii nafsi atau menanamkan untuk
bersungguh-sungguh menjaga diri
·
Munazomi fii su’unihi atau
menanamkan untuk selalu teratur dalam segala hal
·
Hari’sun ‘alal waqtihi atau
menanamkan untuk selalu menjaga waktu
·
Nafi’un lii gairihi atau bermanfaat bagi orang lain
Disamping itu, setiap pembelajaran bidang studi yang dilaksanakan selalu
diintegrasikan dengan nilai-nilai kejujuran, toleran, kepatuhan dan ketaatan,
rasa tanggungjawab, dan kemandirian, dengan latihan dan evaluasi yang ukurannya
jelas.
C. Keunggulan
Boarding School
Banyak keunggulan yang terdapat
dalam sistem pemondokan atau boarding school ini. Dengan sistem mesantren atau
mondok, seorang siswa atau santri tidak hanya belajar secara kognitif,
melainkan juga afektif dan psikomotor. Belajar afektif adalah mengisi otak
siswa/santri dengan berbagai macam ilmu pengetahuan, dengan cara melatih
kecerdasan anak. Sementara menghadapi era modernisme seperti sekarang ini, otak
siswa tidak lagi cukup dengan dipenuhi ilmu pengetahuan, melainkan perlu
keterampilan dan kecerdasan merasa dan berhati nurani. Sebab, pada
kenyataannya, dalam menghadapi kehidupan, manusia menyelesaikan masalah tidak
cukup dengan kecerdasan intelektual, melainkan perlu kecerdasan emosional (EQ)
dan kecerdasan spiritual (SQ). Mengajarkan kecerdasan emosional dan spiritual
tidak cukup dilakukan secara kognitif, sebagaimana mengajarkan kecerdasan
intelektual. Dalam hal ini diperlukan proses internalisasi dari berbagai
pengertian yang ada dalam rasio ke dalam hati sanubari.
Salah satu cara terbaik mengajarkan
dunia afektif adalah pemberian teladan dan contoh dari para pemimpin dan
orang-orang yang berpengaruh di sekitar anak. Dengan mengasramakan anak didik
sepanjang 24 jam, anak didik tidak hanya mendapatkan pelajaran secara kognitif,
melainkan dapat menyaksikan langsung bagaimana perilaku ustadz, guru, dan
orang-orang yang mengajarkan mereka. Para siswa bisa menyaksikan langsung,
bahkan mengikuti imam, bagaimana cara salat yang khusuk, misalnya. Ini sangat
berbeda dengan pelajaran salat, misalnya, yang tanpa disertai contoh dan
pengalaman makmum kepada imam yang salatnya khusuk. Jangan-jangan pelajaran di
ke kelas bisa berbeda dengan pelaksanaan di rumah saat murid/santri
melaksanakannya sendiri.
Di samping itu, dengan sistem
boarding school, para pimpinan pesantren dapat melatih psikomotorik anak lebih
optimal. Dengan otoritas dan wibawa yang dimiliki, para guru mampu
mengoptimalkan psikomotorik siswa, baik sekadar mempraktikkan berbagai mata
pelajaran dalam bentuk gerakan-gerakan motorik kasar maupun motorik lembut,
maupun berbagai gerakan demi kesehatan jiwa dan psikis anak.
Karena sistem boarding school mampu
mengoptimalkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor siswa, maka sistem
mesantren ini memiliki prasyarat agar para guru dan pengelola sekolah siap
mewakafkan dirinya selama 24 jam. Selama siang dan malam ini, mereka melakukan
proses pendidikan, baik ilmu pengetahuan, maupun memberikan contoh bagaimana
mengamalkan berbagai ilmu yang diajarkan tersebut.
Kelebihan-kelebihan lain dari sistem
ini adalah sistem boarding lebih menekankan pendidikan kemandirian. Berusaha
menghindari dikotomi keilmuan (ilmu agama dan ilmu umum). Dengan pembelajaran
yang mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum diharapkan akan membentuk
kepribadian yang utuh setiap siswanya. Pelayanan pendidikan dan bimbingan
dengan sistem boarding school yang diupayakan selama 24 jam, akan diperoleh
penjadwalan pembelajaran yang lebih leluasa dan menyeluruh, segala aktifitas
siswa akan senantiasa terbimbing, kedekatan antara guru dengan siswa selalu
terjaga, masalah kesiswaan akan selalu diketahui dan segera terselesaikan,
prinsip keteladanan guru akan senantiasa diterapkan karena murid mengetahui
setiap aktifitas guru selama 24 jam. Pembinaan mental siswa secara khusus mudah
dilaksanakan, ucapan, perilaku dan sikap siswa akan senantiasa terpantau,
tradisi positif para siswa dapat terseleksi secara wajar, terciptanya
nilai-nilai kebersamaan dalam komunitas siswa, komitmen komunitas siswa
terhadap tradisi yang positif dapat tumbuh secara leluasa, para siswa dan
guru-gurunya dapat saling berwasiat mengenai kesabaran, kebenaran, kasih
sayang, dan penanaman nilai-nilai kejujuran, toleransi, tanggungjawab,
kepatuhan dan kemandirian dapat terus-menerus diamati dan dipantau oleh para
guru / pembimbing.
Beberapa hal yang patut menjadi catatan
dari keunggulan system boarding school yang tidak dimiliki oleh system regular
diantaranya adalah:
1.
Program Pendidikan Paripurna
Umumnya
sekolah-sekolah regular terkonsentrasi pada kegiatan-kegiatan akademis sehingga
banyak aspek hidup anak yang tidak tersentuh. Hal ini terjadi karena
keterbatasan waktu yang ada dalam pengelolaan program pendidikan pada sekolah
regular. Sebaliknya, sekolah berasrama dapat merancang program pendidikan yang
komprehensif-holistic dari program pendidikan keagamaan, academic development,
life skill(soft skill dan hard skill) sampai membangun wawasan global. Bahkan
pembelajaran tidak hanya sampai pada tataran teoritis, tapi juga implementasi
baik dalam konteks belajar ilmu ataupun belajar hidup.
2.
Fasilitas Lengkap
Sekolah
berasrama mempunyai fasilitas yang lengkap; mulai dari fasilitas sekolah yaitu kelas
belajar yang baik(AC, 24 siswa, smart board, mini library, camera),
laboratorium, clinic, sarana olah raga semua cabang olah raga, Perpustakaan,
kebun dan taman hijau. Sementara di asrama fasilitasnya adalah kamar(telepon,
TV, AC, Pengering Rambut, tempat handuk, karpet diseluruh ruangan, tempat cuci
tangan, lemari kamar mandi, gantungan pakaian dan lemari cuci, area belajar
pribadi, lemari es, detector kebakaran, jam dinding, lampu meja, cermin besar,
rak-rak yang luas, pintu darurat dengan pintu otomatis. Sedangkan fasilitas dapur
terdiri dari: meja dan kursi yang besar, perlengkapan makan dan pecah belah
yang lengkap, microwape, lemari es, ketel otomatis, pembuat roti sandwich, dua
toaster listrik, tempat sampah, perlengkapan masak memasak lengkap, dan kursi
yang nyaman.
3.
Guru Yang Berkualitas
Sekolah-sekolah
berasrama umumnya menentukan persyaratan kualitas guru yang lebih jika
dibandingkan dengan sekolah konvensional. Kecerdasan intellectual, social,
spiritual, dan kemampuan paedagogis-metodologis serta adanya ruh mudarris pada
setiap guru di sekolah berasrama. Ditambah lagi kemampuan bahsa asing: Inggris,
Arab, Mandarin, dll. Sampai saat ini dalam penilaian saya sekolah-sekolah
berasrama(boarding school) belum mampu mengintegrasikan guru sekolah dengan
guru asrama. Masih terdapat dua kutub yang sangat ekstrim antara kegiatan
pendidikan dengan kegiatan pengasuhan. Pendidikan dilakukan oleh guru sekolah
dan pengasuhan dilakukan oleh guru asrama.
4.
Lingkungan yang Kondusif
Dalam
sekolah berasrama semua elemen yang ada dalam komplek sekolah terlibat dalam
proses pendidikan. Aktornya tidak hanya guru atau bisa dibalik gurunya bukan
hanya guru mata pelajaran, tapi semua orang dewasa yang ada di boarding
school adalah guru. Siswa tidak bisa lagi diajarkan bahasa-bahasa langit,
tapi siswa melihat langsung praktek kehidupan dalam berbagai aspek. Guru tidak
hanya dilihatnya di dalam kelas, tapi juga kehidupan kesehariannya. Sehingga
ketika kita mengajarkan tertib bahasa asing misalnya maka semuanya dari mulai
tukang sapu sampai principal berbahasa asing. Begitu juga dalam membangun
religius socity, maka semua elemen yang terlibat mengimplementasikan agama
secara baik.
5.
Siswa yang Heterogen
Sekolah
berasrama mampu menampung siswa dari berbagai latar belakang yang tingkat
heteroginitasnya tinggi. Siswa berasal dari berbagai daerah yang mempunyai
latar belakang social, budaya, tingkat kecerdasan, kempuan akademik yang sangat
beragam. Kondisi ini sangat kondusif untuk membangun wawasan national dan siswa
terbiasa berinteraksi dengan teman-temannya yang berbeda sehingga sangat baik
bagi anak untuk melatih wisdom anak dan menghargai pluralitas.
6.
Jaminan Keamanan
Sekolah
berasrama berupaya secara total untuk menjaga keamanan siswa-siswinya. Makanya,
banyak sekolah asrama yang mengadop pola pendidikan militer untuk menjaga
keamanan siswa-siswinya. Tata tertib dibuat sangat rigid lengkap dengan
sangsi-sangsi bagi pelanggarnya. Daftar “dosa” dilist sedemikan rupa dari dosa
kecil, menengah sampai berat. Jaminan keamanan diberikan sekolah berasarama,
mulai dari jaminan kesehatan(tidak terkena penyakit menular), tidak NARKOBA,
terhindar dari pergaulan bebas, dan jaminan keamanan fisik(tauran dan
perpeloncoan), serta jaminan pengaruh kejahatan dunia maya.
7.
Jaminan Kualitas
Sekolah
berasrama dengan program yang komprehensif-holistik, fasilitas yang lengkap,
guru yang berkualitas, dan lingkungan yang kondusif dan terkontrol, dapat
memberikan jaminan kualitas jika dibandingkan dengan sekolah konvensional.
Dalam sekolah berasrama, pintar tidak pintarnya anak, baik dan tidak baiknya
anak sangat tergantung pada sekolah karena 24 jam anak bersama sekolah. Hampir
dapat dipastikan tidak ada variable lain yang “mengintervensi” perkembangan dan
progresivits pendidikan anak, seperti pada sekolah konvensional yang masih
dibantu oleh lembaga bimbingan belajar, lembaga kursus dan lain-lain.
Sekolah-sekolah berasrama dapat melakukan treatment individual, sehingga setiap
siswa dapat melejikan bakat dan potensi individunya.
Namun demikian ada beberapa hal yang
patut diwaspadai bahwa ada kendala di lapangan dalam penyelenggaraan boarding
school. Diantara problem tersebut adalah:
a. Ideologi
Sekolah Boarding yang Tidak Jelas
Term
ideology digunakan
untuk menjelaskan tipologi atau corak sekolah berasrama, apakah religius,
nasionalis, atau nasionalis-religius. Yang mengambil corak religius sangat
beragam dari yang fundamentalis, moderat sampai liberal.Masalahnya dalam
implementasi ideologinya tidak dilakukan secara kaffah. Terlalu banyak
improvisasi yang bias dan keluar dari pakem atau frame ideology
tersebut. Hal itu juga serupa dengan yang nasionalis, tidak mengadop pola-pola
pendidikan kedisiplinan militer secara kaffah, akibatnya terdapat
kekerasan dalam sekolah berasrama. Sementara yang nasionalis-religius dalam
praktik sekolah berasrama saya melihatnya masih belum jelas formatnya.
b. Dikotomi
guru sekolah vs guru asrama (pengasuhan)
Sampai
saat ini sekolah berasrama kesulitan mencari guru yang cocok untuk sekolah
berasrama. Pabrikan guru (IKIP dan Mantan IKIP) tidak “memproduksi” guru-guru
sekolah berasrama. Akibatnya, masing-masing sekolah mendidik guru asrmanya
sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh lembaga tersebut. Guru
sekolah (mata pelajaran) bertugas hanya untuk mengampu mata pelajarannya,
sementara guru pengasuhan adalah tersendiri hanya bicara soal pengasuhan.
Padahal idealnya, dua kompetensi tersebut harus melekat dalam sekolah berasrama.
Ini penting untuk tidak terjadinya saling menyalahkan dalam proses pendidikan
antara guru sekolah dengan guru asrama.
c. Kurikulum
Pengasuhan yang Tidak Baku
Salah
satu yang membedakan sekolah-sekolah berasrama adalah kurikulum pengasuhannya.
Kalau bicara kurikulum academicnya dapat dipastikan hampir sedikit
perbedaannya. Semuanya mengacu kepada kurikulum KTSP-nya produk DEPDIKNAS
dengan ditambah pengayaan atau suplemen kurikulum international dan muatan
local. Tapi kalau bicara tentang pola pengasuhan sangat beragam, dari yang
sangat militer(disiplin habis) sampai ada yang terlalu lunak. Kedua-duanya
mempunyai efek negative(Sartono Mukadis), pola militer melahirkan siswa yang
berwatak kemiliter-militeran dan terlalu lunak menimbulkan watak licik yang
bisa mengantar sang siswa mempermainkan peraturan.
d. Sekolah
dan Asrama Terletak dalam Satu Lokasi
Umumnya
sekolah-sekolah berasrama berada dalam satu lokasi dan dalam jarak yang sangat
dekat. Kondisi ini yang telah banyak berkontribusi dalam menciptakan kejenuhan
anak berada di sekolah Asrama. Faktor ini(salah satu factor) yang menyebabkan
SMA Madania di parung Bogor sempat mengistirahatkan boarding schoolnya. Karena
menurut Komaruddin Hidayat(Direktur Executive Madania), siswa harus mengalami
semacam proses berangkat ke sekolah. Dengan begitu, mereka mengenyam suasana
meninggalkan tempat menginap, berinteraksi dengan sesama siswa di jalan, serta
melihat aktivitas masyarakat sepanjang jalan. Faktor ini juga yang menyebabkan
IIEC Group mendirikan International Islamic High School Boarding
Intermoda (IIHSBI), dimana sekolah dan asrama serta fasilitas utama
lainnya tidak berada dalam satu tempat sehingga siswa dituntut untuk mempunyai
mobilitas tinggi, kesehatan dan kebugaran yang baik, dan dapat membaca setiap
fenomena yang ada disekitarnya.
Pendekatan Menyeluruh Sebagai Solusi
Tidak
bisa dipungkiri bahwa mayoritas siswa yang sekolah boarding school adalah
kemauan dari orang tua siswa bukan dari siswa itu sendiri. Akibatnya,
dubutuhkan waktu yang lama (rata-rata 4 bulan) untuk siswa menyesuaikan diri
dan masuk kedalam konsep pendidikan boarding yang integrative. Hal ini
disebabkan karena citra seklolah berasrama yang menakutkan, kaku, membosankan
(bukan boarding school tapi boring school). Oleh sebab itu perlu di-design
sekolah berasrama yang menarik, nyaman, dan menyenangkan. Pendekatan menyeluruh
merupakan salah satu jawaban untuk menyelesaikan problem tersebut.
Konsep
sekolah berasrama perlu pendekatan menyeluruh, terutama dalam memahami peserta
didik. Sekolah berasrama tidak cukup hanya dengan menyediakan fasilitas
akademik dan fasilitas menginap memadai bagi siswa, tetapi juga menyediakan
guru yang menggantikan peran orangtua dalam pembentukan watak dan karakter.
Kedekatan antara siswa dan guru dalam sekolah berasrama
yang tercipta oleh intensitas pertemuan yang memadai akan mempermudah proses
transfer ilmu dari pendidik ke peserta didik. Kedekatan akan mengubah posisi
guru di mata para murid. Dari sosok ditakuti atau disegani ke sosok yang ingin
diteladani. Dr Georgi Lozanov (1897) menyatakan bahwa suatu tindak tanduk yang
diperlihatkan oleh gurunya kepada para siswa dalam proses belajarnya, merupakan
tindakan yang paling berpengaruh, sangat ampuh serta efektif dalam pembentukan
kepribadian mereka.
Keteladanan
secara personality dapat membangun kepercayaan diri untuk dapat berkomunikasi
secara internal personality. Dan akan tercipta tanpa si anak merasa asing
dengan kemampuan yang mereka miliki dalam menyampaikan pesan atau ide-ide
pemikirannya kepada orang lain. Apakah itu dalam bentuk verbal maupun
nonverbal, seperti menentukan sikap dan tingkah laku keseharian mereka.
Keteladanan, ketulusan, kongkruensi, dan kesiapsiagaan guru mereka 1×24 jam
akan memberdayakan dan mengilhami siswa untuk membebaskan potensi mereka
sebagai pelajar. Hal itu akan mempercepat pertumbuhan kecerdasan emosionalnya.
Jika metode pembelajarannya diberdayakan secara maksimal, maka kesuksesan para
pelajar akan lebih mudah untuk direalisasikan. Pencapaian itu bisa dilakukan
kalau senantiasa terjadi interaksi yang merangsang pertumbuhan sikap mental.
Namun untuk itu dibutuhkan seorang quantum teacher yang memiliki kemampuan
berkomunikasi yang baik. Digabungkan dengan rancangan pengajaran yang efektif,
harmonisasi keduanya akan memberikan pengalaman belajar yang dinamis bagi siswa
Guru-guru
sekolah berasrama harus banyak “diproduksi” oleh universitas-universitas yang
selama ini melahirkan banyak guru-guru mata pelajaran. Guru sekolah berasrama
adalah guru yang mengemban amanah lebih jika dibandingkan dengan guru sekolah
konvensional. Dia tidak hanya pintar mengajar, tapi juga pintar berteman,
pintar memberi pengayoman, pintar bercerita, mempunyai energi psikis yang
banyak, selalu berkembang dan terus berkembang. Karena yang dia hadapi adalah
siswa atau peserta didik yang terus berkembang, terus belajar, dan terus
berubah. Bagaimana kita melahirkan peserta didik yang hebat, visioner,
responsive, kalau gurunya adalah orang-orang yang tidak cinta ilmu, tidak terus
belajar, dan tidak terus berkembang.
Dalam
pola pengasuhan perlu diterapkan pola pengasuhan yang dapat menyiasati dua
kutub yang ekstrem(disiplin militer dan longgar habis) agar siswa bisa memiliki
watak dan tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan juga terhadap lingkungan
masyarakat.
Dalam
konteks manajemen sekolah, boarding school model pengelolaannya harus lebih
lentur, efektive, dan menerapkan manajemen berbasis sekolah secara konsisten.
Sekarang ini DEPDIKNAS sudah mengesahkan MBS dan KTSP tapi banyak pengelola
sekolah yang mencari pembandingnya adalah sekolah negeri. Padahal sekolah
negeri adalah sekolah yang sangat standard dan tidak layak dijadikan model oleh
pengelola boarding school. Misalnya soal waktu belajar, di negeri untuk tamat
sekolah SMA rata-rata membutuhkan waktu 3 tahun dengan belajar perhari 8 jam
penuh. Sementara di boarding school 24 jam dikurangi waktu tidur 8 jam perhari
berarti 16 jam perhari. Kalau waktu-waktu ini dimaksimalkan mengapa harus 3
tahun, kenapa tidak 2 tahun sehingga boarding school menjadi menarik. Dasar ini
bisa dijadikan argumentasi kepada regulator sekolah (DEPDIKNAS) payung hukumnya
bisa menggunakan payung hukum akselerasi tapi substansinya adalah regular.
D. Profil
Lulusan
Produk atau lulusan dari perpaduan pondok pesantren dan sekolah menurut
Muhaimin yaitu untuk mencetak anak agar menjadi “Zurriyyah qurrota a’yun”
(anak/keturunan yang menyenagkan hati) yang pada gilirannya akan menjadi “Imam
li al-muttaqin” (pengayom bagi orang yang bertaqwa). Zurriyyah qurrota
a’yun adalah kader-kader yang akan menjadi Imam li al-muttaqin. Imam li al
muttaqin memiliki dua ciri yaitu Itba’ syari’atillah (mengikuti
ajaran Allah yang tertuang dan terkandung dalam Al-Qur’an dan sunnah
Rasulullah) sekaligus Itba’ sunnatillah (mengikuti aturan-aturan Allah
yang berlaku di alam semesta ini). Profil orang-orang yang itba’syari’atillah
adalah:
·
Mereka senantiasa membaca Al-Qur’an dan sunnah dan
berusaha memahami ajaran Allah yang terkandung di dalamnya serta berusaha
menghayatinya.
·
Mereka dapat memposisikan diri sebagai pelaku (actor)
ajaran islam, bukan hanya pemikir atau penalar, tetapi juga menjadi pelaku yang
setia, karena pada dasarnya agama islam adalah bukan sekedar intelektual,
tetapi justru sebagai agama amal.
·
Mereka memiliki komitmen yang tinggi terhadap ajaran
dan nilai-nilai islam
·
Mereka siap berdedikasi dalam rangka menegakkan ajaran
dan nilai-nilai islam yang rahmatan lil ‘alamin. Karena itulah, profil
orang-orang yang itba’ syari’atillah adalah mereka yang memiliki kemantapan
akidah, kedalaman spiritual dan keunggulan moral, serta siap berjuang dan
berdedikasi dalam menegakkan ajaran islam dan nilai-nilai islam yang universal.
Disamping itu, orang yang bertakwa juga sekaligus harus itba’ sunnatillah.
Profil yang itba’ sunnatillah adalah:
Ø Mereka
berusaha membaca dan memahami fenomena alam, fenomena social, dan fenomena
lainnya.
Ø Agar
mereka dapat memahami sunnatullah, maka mereka harus mempelajari IPA, IPS,
MATEMATIKA, Bahasa asing, dll., gemar melakukan penelitian sehingga memiliki
daya analisis yang tajam.
Ø Mereka
senantiasa berusaha membangun kepekaan intelektual serta kepekaan informasi.
Karena masing-masing memiliki individu yang bakat, kemampuan dan minat
tertentu, maka dalam itba’ sunnatillah perlu melakukan pengembangan diri sesuai
dengan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing.
Sedangkan menurut M. M. Billah yang dikutip oleh A. Tafsir mengemukakan
bahwa tipe produk dari lembaga yang memadukan pesantren dan sekolah yaitu:
Ø Religius Skillfull People,
yaitu insan muslim yang akan menjadi tenaga-tenaga terampil, ikhlas, cerdas
mandiri, tetapi sekaligus mempunyai iman yang teguh dan utuh sehingga religious
dalam sikap dan perilaku, yang akan mengisi kebutuhan tenaga kerja di dalam
berbagai sector pembangunan.
Ø Religius Community Leader,
yaitu insan Indonesia yang ikhlas, cerdas dan mandiri dan akan menjadi
penggerak yang dinamis di dalam transformasi sosial budaya (madani) dan
sekaligus menjadi benteng terhadap ekses negative pembangunan dan mampu
membawakan aspirasi masyarakat, dan melakukan pengendalian social.
Ø Religius
Intelektual, yang mempunyai integritas kukuh serta cakap
melakukan analisa ilmiah dan cocern terhadap masalah-masalah sosial. dalam
dimensi sosialnya, pondok pesantren dapat menempatkan posisinya sebagai lembaga
kegiatan pembelajaran masyarakat yang berfungsi menyampaikan teknologi baru
yang cocok buat masyarakat sekitar dan memberikan layanan social dan keagamaan,
sekaligus pula memfungsikan sebagai laboratorium social, dimana pondok
pesantren melakukan eksperimentasi pengembangan masyarakat, sehingga tercipta
keterpaduan hubungan antara pondok pesantren dan masyarakat secara baik dan
harmonis, saling menguntungkan dan saling mengisi.
E. Penerapan
di Indonesia
Diantara lembaga pendidikan terpadu
yang menerapkan boarding school yaitu MAN Insan Cendekia yang didirikan pada
tahun 1996 oleh BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) atas prakarsa
Prof. Dr. BJ. Habibie di daerah Serpong Banten dan di Gorontalo. Sekolah
berasrama ini diorientasikan untuk memberi bekal berimbang antara ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) serta iman dan takwa. Fokus pendidikan
Insan cendekia yang bersifat kurikuler yaitu untuk mewujudkan siswa agar
menguasai perkembangan sains dan teknologi serta kemampuan bahasa asing, terutama
bahasa inggris dan arab yang menjadi salah satu indicator keunggulan sekolah
ini. Karena itu kampus Insan Cendekia dilengkapi dengan fasilitas pendukung
seperti perpustakaan, laboratoriun fisika, kimia, biologi, bahasa, ruang
computer dan rumah kaca. Dan guna menciptakan keseimbangan antara penguasaan
sains dan teknologi dengan basis keagamaan yang kuat, pendidikan agama
diberikan pada setiap malam serta pada waktu subuh meliputi enam bidang kajian
yaitu bahasa arab, fiqih, shirah nabawiyah dan akhlak, tauhid, mushthalah
al-hadits dan ulum al-Qur’an.
Lembaga pendidikan lainnya yaitu SMU
Islam Unggulan Madania, Parung, Bogor. SMU ini didirikan pada tahun 1996 di
bawah yayasan Madania yang diprakarsai oleh Dr. Nurcholish Madjid. Pendidikan
SMU Madania berpusat pada siswa dan menerapkan kurikulum dengan acuan bahwa
para siswa harus mampu menguasai matematika, pengetahuan alam, sejarah,
geografi, ekonomi, music, dan seni. Bidang pendidikan agama, bahasa inggris,
bahasa arab, computer dan olah raga juga mendapatkan prioritas di sekolah ini.
Keseluruhan proses pendidikan di SMU Madania diarahkan pada pengembangan
kepribadian serta pembentukan watak. Sebagai nilai tambah keunggulan SMU
Madania, diterapkan kurikulum plus yang mengandung tiga dimensi kualitas, yaitu:
Ø Spiritual
islam yang termasuk didalamnya hikmah dan filosofi ibadah-ibadah formal
Ø Akhlak
dan kepribadian
Ø Kepemimpinan
Ketiga orientasi kualitas tersebutt
sebagian besar menjadi bagian dari program pengasuhan dan keagamaan di asrama,
dan beberapa termasuk kedalam mata pelajaran regular.
F. IIEC
Pendidikan
adalah investasi jangka panjang yang harus dilakukan oleh semua orang tua agar
putra-putrinya menjadi anak yang berilmu pengetahuan dan berwawasan yang luas,
kepribadian yang baik dan menarik, memiliki life skill yang tinggi yang
dibutuhkan untuk dapat survive dan kompetitif dalam kehidupan global,
serta memiliki pengetahuan keislaman yang cukup sehingga dapat menjadi benteng
yang kokoh untuk mengarungi kehidupan yang panjang, terjal dan banyak tantangan.
IIEC
hadir ingin menjawab tantangan tersebut, dengan berbagi tanggung jawab dengan
orangtua. Yakni dengan menyediakan sistem pendidikan yang terpadu menyatukan
pendidikan rohani dan jasmani, menyatukan pendidikan duniawi dan ukhrawi.
Orang
tua membutuhkan lembaga pendidikan yang baik untuk mengaktifkan potensi-potensi
yang ada pada diri putra-putri mereka. Untuk dapat mengelola potensi besar yang
ada pada anak-anak dibutuhkan waktu yang panjang. Mereka juga harus dijaga dari
kemungkinan terkontaminasi oleh budaya-budaya metropolitan yang kontrapoduktif.
Sehingga boarding school adalah pilihan yang tepat untuk terlaksananya
pendidikan yang ideal, integratif, dan kaffah. Dalam Boarding School
sangat mungkin dilakukan transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan
nilai-nilai kehidupan dan keagamaan secara lebih intensif dan holistik
(holistic learning).
Menjawab
kebutuhan orangtua dalam pendidikan sistem boarding school, IIEC
menghadirkan beberapa sekolah. Antara lain adalah International Islamic High School
(IIHS) – Boarding Intermoda dan International Islamic Secondary School (IISS) –
Boarding Intermoda yang menyelenggarakan pendidikan boarding dengan format yang
sangat lengkap (sekolah dan asrama serta fasilitas lainnya). Berada di tengah
kota yang terkoneksi dan terintegrasi dalam sebuah sistem yang terencana,
teroganisasi, dan terkontrol secara baik serta digerakkan oleh SDM yang
berkualitas secara intelektual, maupun emosional – spiritualnya.
Adapun
visi IIEC adalah membangun pendidikan internasional berdasarkan Al-Quran dan
Sunnah Rasul SAW untuk menegakkan eksistensi manusia sebagai Khalifatullah
Fi’l-ardh. Sedangkan misinya adalah membangun manusia ber-akhlaq-ul karimah,
siddiq, amanah, fathanah, tabligh dan mampu mengemban Islam sebagai agama pembawa
rahmat bagi alam semesta.
Sedangkan
Guru dan Tenaga Administrasi yang disiapkan IIEC adalah orang-orang yang
memiliki karakter keislaman yang kuat, lulus S1, S2, dan S3 dari perguruan
tinggi ternama dalam dan luar negeri.
Program pendidikan di IIEC meliputi:
1. Islamic Studies Program
Islamic
studies diarahkan untuk mengembangkan wawasan keagamaan yang luas, terbuka dan
dapat mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari serta
memberi warna dalam semua aspek kehidupan yang sehingga terlahir pribadi yang
shaleh pada tingkat spiritual.
2. Academic Program
Program
akademik diarahkan untuk mengembangkan intelektual (intellectual development)
siswa sehingga terlahir pribadi yang rasional, obyektif dan kritis. Program
akademik menggunakan kurikulum nasional, kurikulum internasional dan kurikulum
berciri khas International Islamic Education Council (IIEC).
3. Overseas Program
Diarahakan
untuk mengembangkan wawasan internasional dan global, sehingga siswa memiliki
perspektif dan mindset global tentang bahasa, budaya, gaya hidup, ilmu dan
teknologi yang sama dibutuhkan bagi semua siswa untuk kehidupan ke depan.
Terutama dalam melihat tantangan, peluang dan modal apa yang harus dimiliki
siswa agar dapat survive dan kompetitif dengan warga dunia lainnya.
4. Interpersonal Skills Program
Interpersonal
Skills Program diarahkan untuk mengembangkan kemampuan personal (personal
development) baik yang soft skill maupun yang hard skill. Interpersonal Skills
Program sangat dibutuhkan untuk kemandirian siswa, pembangunan karakter dan
ketrampilan hidup sesuai dengan tuntutan global.
G. Boarding
School di Negara Maju
Pemandangan yang amat mencolok antara pendidikan di
Indonesia dan Korea sebagai salah satu Negara maju dapat kita jadikan
pembelajaran. Perhatikan table berikut:
No
|
Indonesia
|
Korea
|
01
|
Satpol
PP merazia siswa yang keluyuran ke warnet (untuk main game) pada jam belajar
|
Polisi
Korea merazia siswa korea yang kerajinan belajar (terlalu sering belajar)
|
02
|
Orang tua di Indonesia masih banyak yang berorientasi
glamor, sehingga pergi ke mall menjadi kebutuhan harian.
Hanya sedikit orang tua yang memperioritaskan pendidikan
untuk anak-anaknya
|
Mayoritas orang tua di Korea Selatan menjaga nilai
kompetensi anaknya agar mampu berkompetisi dengan ketat, sehingga anak-anak
mereka sudah masuk boarding school pada usia dini, bahkan pada usia 3 tahun.
|
03
|
Tingkat stressing masyarakat Indonesia cukup kecil dalam
dunia kompetisi pendidikan. Mayoritas orang Indonesia stress karena factor
ekonomi
|
Korea mencatatkan dirinya sebagai Negara terbesar didunia
tingkat bunuh dirinya karena stress dalam berkompetisi.
|
04
|
Orang Indonesia lebih mengedepankan konsep bekerja ikhlas
walau sering salah jalan menerapkan konsep ini hanya sebagai pelindung
dibalik kemalasan
|
Orang Korea lebih mengedepankan konsep bekerja keras bukan
cerdas apalagi ikhlas. Terbukti penelusuran majalah Time menemukan mayoritas
anak2 tertidur di local, sementara mereka belajar dirumah hingga larut malam.
|
05
|
Banyak perguruan tinggi negeri di Indonesia yang
diperebutkan oleh ribuan calon mahasiswa, walaupun tidak semua PTN tersebut
favorit
|
Hanya ada 3 PT favorit yang diperebutkan oleh sedikitnya
580 ribu calon mahasiswa yang mengakibatkan tingkat kompettisinya sangat
ketat.
|
05
|
Mayoritas anak Indonesia belajar karena tekanan orang tua
|
Hampir semua anak Korea belajar karena keinginan orang
tuanya
|
III. Kesimpulan
Lembaga pendidikan terpadu merupakan lembaga
pendidikan yang memadukan sistem pendidikan pesantren dan sekolah. Pendidikan
terpadu ini dapat dijadikan solusi bagi para orang tua yang menginginkan
anaknya dapat memahami pengetahuan bukan hanya pada pengetahuan umum tetapi
juga pengetahuan agama. Boarding school adalah salah satu dari model pendidikan
terpadu. Dengan adanya boarding school, keinginan orang tua mendapatkan sekolah
berkualitas didukung tempat tinggal yang bagus bagi anak-anaknya dapat
terpenuhi. Selain adanya pengawasan 24 jam, menyekolah anak di boarding school
juga bisa meningkatkan persaudaraan yang kental di antara anak-anak, menciptakan
hubungan yang baik antara guru dan murid.
Ada
beberapa keuntungan dari penyelenggaraan model boarding school ini:
- Pertama, bagi orang tua yang keduanya sibuk bekerja adalah suatu nilai lebih tersendiri karena anak telah tertangani oleh para praktisi pendidikan. Hal ini lebih baik untuk perkembangan pendidikan dari pada berada di lingkungan rumah yang kurang mobilitas dan penanaman disiplinya, juga terhindar dari pengaruh buruk media maupun lingkungan masyarakat yang cenderung masif dan merusak.
- Kedua, bagi siswa, kemungkinan besar lebih terkondisi oleh lingkungan sekolah melalui pembinaan akhlaq dari para tenaga pendidik yang ahli sepanjang waktu terutama sela-sela tertentu, seperti waktu shalat, menjelang istirahat, dan selesai fajar. Di waktu itulah siswa mengenal hakikat kehidupan lewat pendekatan para pengasuhnya.
- Ketiga, siswa lebih terjaga dari efek buruk lingkungan diluar pesantren/sekolah terutama di jalan raya yang hampir setiap hari jam pulang sekolah terjadi tawuran pelajar. Lingkungan pesantren lebih steril dari berbagai hal negatif, terutama diwaktu-waktu senggang. Ditambah lagi tetap dalam pengawasan sepanjang hari melalui para ustadz yang senantiasa mensosialisasikan kehidupan yang Islami
Beberapa hal yang menjadi kendala
dalam pelaksanaan Boarding School adalah:
1.
Ideologi sekolah pada boarding school yang tidak jelas
2.
Adanya dikotomi guru sekolah vs guru asrama
3.
Kurikulum pengasuhan yang tidak baku
4.
Sekolah dan asrama terletak dalam satu lokasi
Kendala-kendala
di atas dapat diminimalisir dengan konsep PendekatanMenyeluruh
DAFTAR
PUSTAKA
Nurhayati Djamas. 2009. Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia
PascaKemerdekaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Muhaimin. 2009. Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Muzayyin Arifin. 2008. Kapita Selekta Pendidikan. Jakarta: PT.
Bumi aksara
Taqiyuddin. 2008. Sejarah Pendidikan. Bandung: Mulia Press
Asrori S. Karni. 2009. Etos Studi Kaum Santri (Wajaah Baru
Pendidikan Islam). Bandung: PT. Mizan Pustaka.
A. Tafsir, dkk. Cakrawala pemikiran Pendidikan Islam. Bandung; Mimbar Pustaka.
2004. Hal 212
http://masthoni.wordpress.com/2009/06/14/boarding-school-dan-pesantren-masa-depan/
http://ي و
قا شر م ما إ » Blog Archive »
PEMBAHARUAN PEMIKIRAN PESANTREN.htm
http://michailhuda.multiply.com/journal/item/57/Sistem_Pendidikan_Boarding_School_Efektif_Untuk_Pendidikan_Karakter_Bulding?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
Tidak ada komentar:
Posting Komentar