Rabu, 06 Maret 2013

BOARDING SCHOOL









Boarding School sebagai Model Sekolah Masa Depan
(Teori dan Penerapannya di Indonesia & Beberapa Negara Maju)

Oleh: Dr. Jamilah

I.          Pengantar
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat vital, karena pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan masa depan setiap anak. Orang tua pun tentunya ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya dan melihat anaknya menjadi pribadi yang sukses, bukan hanya sukses dalam hal “materi” namun juga suskses dalam mengendalikan dan memberdayakan pribadi baiknya.
Perkembangan lingkungan sosial yang begitu pesat meningkatkan tantangan dan pengaruh yang tidak kecil bagi perkembangan pendidikan dan pembentukan pribadi anak, seperti meluasnya peredaran obat terlarang, narkotik, pergaulan bebas, tawuran remaja sehingga menumbuhkan kekhawatiran pada orang tua tersebut. Ditambah globalisasi di bidang budaya, etika dan moral yang didukung oleh kemajuan teknologi di bidang tarnsportasi dan teknologi. Bagi anak yang tidak dapat memanfaatkan perkembangan dunia dengan baik dan benar akan menghantarkan mereka pada perilaku yang menyimpang dari agama dan mangakibatkan krisis moral pada anak bangsa.
Dari hal itulah diperlukan suatu pendidikan yang mana didalamnya tidak hanya memberikan pengetahuan-pengetahuan pada anak yang hanya bersifat umum, tetapi juga pengetahuan keagamaan yang dapat memperbaiki akhlak dan dapat dijadikan panduan untuk menjalani kehidupan yang lebih terarah dan tidak menyimpang dari ajaran sang kholik. Ini berarti ada keseimbangan antara pengetahuan umum dan agama. Untuk itu, “Pendidikan yang memadukan sekolah dan pesantren (Sekolah Terpadu)” merupakan salah satu solusi baik bagi orang tua dan anak dalam mengatasi tantangan perkembangan zaman sekarang dan untuk mencapai keunggulan, baik pada aspek akademik, nonakademik, maupun pribadi yang kuat, kokoh dan mantap dalam diri anak. Dalam makalah ini akan dibahas secara singkat mengenai sistem pendidikan sekolah terpadu yang merupakan bagian dari pembaharuan sistem pendidikan pesantren yang modern.
Saat ini tidak ada sekolah dari berbagai lapisan dan tingkat kependidikan yang secara khusus memiliki kemampuan menghasilkan para peserta didiknya untuk menjadi pemimpin. Belum ada format pendidikan untuk mempersiapkan pemimpin, apalagi dengan harapan untuk dapat melahirkan pemimpin masa depan. Pemimpin bangsa memang tidak bisa disiapkan secara sengaja melalui institusi pendidikan. Namun, tentunya dalam proses pendidikan semua peserta didik akan banyak belajar dan mendapatkan “pelajaran” yang langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap kualitas dan gaya kepemimpinannya.
Mengingat pendidikan berbeda dengan pengajaran, pendidikan mempunyai arti yang lebih luas lagi. Pendidikan dapat berlangsung di masyarakat, di keluarga, di tempat bekerja dan tempat lainnya sementara pengajaran dalam prosesnya harus berlangsung secara terorganisir melalui institusi (formal) persekolahan termasuk di perguruan tinggi dengan menumbuhkan nilai-nilai positif yang bermanfaat di kemudian hari. Siswa perlu diajarkan dan dikenalkan secara dini dalam sistem pendidikan (nasional) agar pada saat dibutuhkan mereka telah memiliki kapasitas dan akseptabilitas yang memadai untuk memimpin. Pendidikan menjadi sesuatu yang sangat penting dan telah menjadi suatu kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi dalam upaya memberdayakan masyarakat agar dari masyarakat yang sudah terbedayakan ini akan lahir pemimpin-pemimpin bangsa yang efektif, baik pemimpin politik, bisnis, agama, maupun sosial.
Di Indonesia munculnya sekolah-sekolah Berasrama (Boarding School) sejak pertengahan tahun 1990. Hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi pendidikan Indonesia yang selama ini berlangsung dipandang belum memenuhi harapan yang ideal. Boarding School yang pola pendidikannya lebih komprehensif-holistik lebih memungkinkan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang ideal untuk melahirkan orang-orang yang akan dapat membawa gerbong dan motor pergerakan kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan agama.


II.      
النفس أساس النجاح  الاعتما د على (قول الحكمة)

 
Konsep Dasar

Bersandar/begantung kepada diri sendiri (kemandirian) adalah kunci (dasar) keberhasilan (ungkapan filosofis).
A.    Pendidikan Terpadu
Menurut UU Kependidikan, sekolah terpadu adalah keterpaduan antara sekolah umum dengan sekolah khusus. Sekolah khusus yang dimaksud adalah Sekolah Luar Biasa seperti SLB untuk penyandang cacat, baik cacat fisik maupun mental. Sehingga ada dua macam pola pendidikan dalam satu sekolah. Sedangkan Pendidikan Terpadu yang di maksud adalah pola pendidikan yang melibatkan seluruh elemen hidup kedalam dunia pendidikan, baik terpadu secara sistim, terpadu untuk para pendidik, terpadu dalam penerapan kurikulum, terpadu penggunaan metode, sampai kepada terpadu peran serta masyarakat dan orang tua. Inti dari terpadu yang dimaksud adalah adanya substansi pendidikan yang mencakup dua dimensi mendasar guna menjawab berbagai permasalahan diatas. Pertama, dimensi dunia dengan pengembangan pemikiran kreatif dan berpengetahuan tinggi serta orientasi teknologi supaya hasilnya nanti tak kalah dengan produk bangsa lain. Untuk itu perlu ditanamkan rasa senang kepada peserta didik akan belajar bukan hanya untuk meraih nilai tinggi secara teori, tetapi bagaimana supaya menghasilkan karya yang luar biasa. Jika telah ada rasa senang, maka akan membangkitkan kreatifitas untuk selalu menemukan gagasan-gagasan dan inovasi baru yang cemerlang. Kedua, dimensi akhirat untuk menjawab gambaran realitas tentang lost generation, karenanya, diperlukan pegangan “ideologi baku” yang disampaikan melalui tauladan dari para pendidik sebagai pilar utama pencetak produk pendidikan. Pesan moral disampaikan setiap saat baik dikala belajar maupun tidak. Idiologi baku adalah sebuah pedoman tatanan perilaku fitrah hidup manusia yang paling sempurna yaitu kitab suci Al-Qur’an dan sunnah nabi. Apabila pesan moral ini sampai kepada peserta didik, maka bukan tidak mungkin autputnya akan berkualitas sebagai individu sukses, dengan bekal ilmu dan akhlaq, punya ketinggian pengetahuan dan teknologi, tetapi tidak lupa akan jatidirinya sebagai manusia yang selalu tunduk pada aturan Tuhan.
Menurut saya pendidikan terpadu merupakan pendidikan yang mengintegrasikan pendidikan umum dan keagamaan. Lembaga yang menerapkan model pendidikan ini biasanya disebut Sekolah terpadu. Sekolah terpadu merupakan sekolah atau lembaga pendidikan yang mana didalamya memadukan antara sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan sekolah (umum).
Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan keagamaan  islam yang tumbbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (kampus) dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dari leadership seorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatis serta independen dalam segala hal. Sistem pesantren selalu diselenggarakan dalam bentuk asrama atau kompleks asrama dimana santri mendapatkan pendidikan dalam suatu situasi lingkungan social keagamaan yang kuat dalam ilmu pengetahuan yang diperlengkapi dengan atau tanpa ilmu pengetahuan umum. Namun seiring berkembangnya zaman alangkah lebih baiknya jika pesantren tidak hanya terfokus pada masalah pengetahuan keagamaan saja, tetapi harus dapat mengembangkan sistem pembelajaran dengan memadukannya dengan pengetahuan umum, karena manusia hidup di dunia yang juga harus dapat menyesuaikan dirinya dengan perkembangan zaman.
Nurhayati Djamas menyebut “Sekolah Terpadu” dengan nama “Sekolah Islam Unggulan”. Beliau mengartikan bahwa Sekolah Islam Unggulan adalah salah satu bentuk lembaga pendidikan islam hasil modifikasi antara model pendidikan islam di lembaga pendidikan tradisional pesantren dan sistim pendidikan klasikal yang diadopsi dari model sekolah Barat.
Menurut beliau terdapat dua model sekolah unggulan, yaitu: Model pertama, sekolah-sekolah umum yang menerapkan kurikulum pemerintah yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan mengombinasikannya dengan memberikan penekanan pada pendidikan agama islam yang didukung oleh environment keagamaan islam tanpa siswa harus menetap dan bermukim di Sekolah. Model lain dari sekolah islam unggulan yaitu penerapan pola pendidikan di Sekolah Islam seperti dilingkungan pesantren dimana para siswa mondok dikampus Sekolahnya (Boarding School) di bawah asuhan para pengasuh lembaga pendidikan tersebut. Sekolah islam model ini menerapkan pola pendidikan terpadu antara penekanan pada pendidikan agama yang dikombinasi dengan kurikulum pengetahuan umum yang menekankan pada penguasaan sains dan teknologi.
Jadi, dalam sistem pendidikan Sekolah Terpadu yang kedua ini para murid mengikuti pendidikan reguler dari pagi hingga siang di sekolah, kemudian dilanjutkan dengan pendidikan agama atau pendidikan nilai-nilai khusus di malam hari. Selama 24 jam anak didik berada di bawah didikan dan pengawasan para guru pembimbing.
Muhaimin dalam mengartikan Sekolah terpadu berarti memadukan sekolah dan pesantren. Sekolah terpadu bersinkronisasi dengan kebijakan pendidikan nasional sehingga terbiasa dengan perubahan-perubahan dan inonasi. Masuknya pesantren ke dalam sekolah berarti bukan hanya bertugas memelihara dan meneruskan tradisi yang berlaku di Pesantren, tetapi juga mengembangkan pola-pola budaya baru agar bisa membantu peserta didik  dan masyarakat untuk mengakomodasi perubahan yang sedang dan yang sudah terjadi. Bahkan mampu mengembangakan pola-pola pelatihan dan pendidikan “baru” guna menjawab tuntutan perubahan dari zaman ke zaman. Peserta didik di Sekolah Terpadu diposisikan sebagai siswa sekaligus santri. Guru/pendidiknya pun diposisikan dan dikondisikan sebagai ustadz/ustadzah atau kiai/nyai.
Penerapan Kurikulum Terpadu sebenarnya masih mengikuti aturan kurikulum pendidikan nasional yang diberlakukan saat ini, hanya saja cara penyajian dan kemasannya berbeda dengan yang biasa diberlakukan di sekolah umum. Pertama, Penyajian pada kurikulum terpadu, dilengkapi dengan perombakan dan pembaharuan seperlunya dari kurikulum nasional secara lokal. Kedua, Selain itu tidak hanya memberlakukan kurikulum dari Diknas semata, tetapi dipadukan dengan adopsi pelajaran keagamaan dari Depag dengan perubahan seperlunya. Ketiga, sebagai tambahan lain, dibarengi dengan penerapan materi dan proses pembelajaran yang layaknya diajarkan di pesantren-pesantren, seperti praktik ibadah, pembelajaran membaca dan pendalaman Al-qur’an, bahasa Arab dan lainnya. Ke-empat, sebagai penyempurnanya dipadukan dengan sosialisasi nilai-nilai akhlaqul karimah pada setiap proses pembelajaran maupun diluar itu dengan pembinaan mental keimanan peserta didik di setiap waktu selama berada di ruang lingkup sekolah.
kelima, pada hari-hari libur rutin sekolah, diadakan kegiatan ekstra sebagai bekal keterampilan penunjang kurikuler yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti, pelatihan komputer, bahasa Inggris dan Asing, kepanduan dan lain-lain. Kegiatan lain yang diadakan jika libur panjang adalah pembinaan intensif seperti Pesantren Ramadhan, outbond, camping kreatif, rekresai, dan sebagainya. Ke-enam, untuk menumbuhkan sikap kepekaan sosial, diadakan program kunjungan ke berbagai lapisan masyarakat, lembaga, atau badan sosial. Sasaran utamanya adalah peserta didik memahami bahwa masih ada sisi kehidupan lain yang belum sempat di lihatnya. Melalui pembelajaran dan pengalaman langsung ke lapangan seperti, panti asuhan, pasar, pemukiman kumuh, maupun lembaga formal lain dapat membawa kesan yang tak terlupakan.

B.     Boarding School
Boarding school terdiri dari dua kata yaitu boarding dan school. Boarding berarti asrama. Dan school berarti sekolah. Boarding School adalah sistem sekolah berasrama, dimana peserta didik dan juga para guru dan pengelola sekolah tinggal di asrama yang berada dalam lingkungan sekolah dalam kurun waktu tertentu biasanya satu semester diselingi dengan berlibur satu bulan sampai menamatkan sekolahnya.
Di lingkungan sekolah, para siswa dapat melakukan interaksi dengan sesama siswa, bahkan berinteraksi dengan para guru setiap saat. Contoh yang baik dapat mereka saksikan langsung di lingkungan mereka tanpa tertunda. Dengan demikian, pendidikan kognisi, afektif, dan psikomotor siswa dapat terlatih lebih baik dan optimal.
Boarding School yang baik dijaga dengan ketat agar tidak terkontaminasi oleh hal-hal yang tidak sesuai dengan sistem pendidikan atau dengan ciri khas suatu sekolah berasrama. Dengan demikian peserta didik terlindungi dari hal-hal yang negatip seperti merokok, narkoba, tayangan film/sinetron yang tidak produktif dan sebagainya.
Di sekolah dengan sistem ini, para siswa mendapatkan pendidikan dengan kuantitas dan kualitas yang berada di atas rata-rata pendidikan dengan sistem konvensional.
Untuk menjawab kemajuan jaman, sekolah-sekolah dengan sistem boarding telah merancang kurikulumnya dengan orientasi kebutuhan masa depan. Penerapan pembelajaran berbasis IT semisal penggunaan bahan ajar dengan power point, flash, penggunaan internet sebagai sumber informasi utama, pemanfaatan perpustakaan sebagai sumber belajar yang efektif, penayangan film yang relevan dengan materi pelajaran, penggunaan lab bahasa dan lab komputer yang intensif, telah lazim diterapkan di sekolah-sekolah ini. Kurikulum yang disajikan kepada para siswapun sedikit berbeda di banding sekolah lainnya. Di lingkungan sekolah ini, para siswa dipacu untuk menguasai ilmu dan teknologi secara intensif. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi dampak perkembangan iptek yang begitu pesat. Adapun srategi pendidikan islam dalam menghadapi tantangan modernisasi berkat kemajuan iptek mencakup ruang lingkup sebagai berikut:
ü  Motivasi kreatifitas anak didik ke arah pengembangan iptek itu sendiri, dimana nilai-nilai islami menjadi sumber acuannya.
ü  Mendidik ketrampilan memanfaatkan produk iptek bagi kesejahteraan hidup umat manusia pada umumnya dan umat islam pada khususnya.
ü  Menciptakan jalinan yang kuat antara ajaran agama dan iptek, dan hubungan yang akrab dengan para ilmuwan yang memegang otoritas iptek dalam bidang masing-masing.
ü  Menanamkan sikap dan wawasan yang luas terhadap kehidupan masa depan umat manusia melalui kemampuan menginterpretasikan ajaran agama dari sumber-sumbernya yang murni kontekstual dengan masa depan kehidupan manusia.
 Selama di lingkungan asrama/pondokan mereka dilatih untuk menerapkan ajaran agama atau nilai-nilai khusus spiritual, tak lupa mengekspresikan rasa seni dan ketrampilan hidup di hari libur.
Prinsip dasar pendidikan dengan sistem boarding school, berupaya mengintegrasikan ayat qauliyah dan kauniyah. Sumber pemikiran dari ayat qauliyah menghasilkan pemikiran di bidang fiqih, tasawuf dan lainnya. Sumber pemikiran ayat kauniyah menghasilkan pengetahuan di bidang sains dan teknologi, aspek pemikiran dimana dunia islam dewasa ini sangat ketinggalan dibandingkan dengan kemajuan di bidang itu di dunia Barat. Karena itu, perubahan orientasi pandidikan islam, dengan mulai memperhatikan fenomena ciptaan Allah (ayat kauniyah) sebagai sunnatullah dan memasukkan sains dan teknologi sebagai bagian pemikiran keislaman yang ditrasmisikan di lembaga pendidikan islam, tidaklah melenceng dari konsep tafaqquh fiddin.
Sistem pendidikan boarding school diantaranya yaitu:
·         Dari segi sosial, sistem boarding school mengisolasi anak didik dari lingkungan sosial yang heterogen yang cenderung buruk. Di lingkungan sekolah dan asrama dikonstruksi suatu lingkungan sosial yang relatif homogen yakni teman sebaya dan para guru pembimbing. Homogen dalam tujuan yakni menuntut ilmu sebagai sarana mengejar cita-cita.
·         Dari segi ekonomi, boarding school memberikan layanan yang paripurna sehingga menuntut biaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu anak didik akan benar-benar terlayani dengan baik melalui berbagai layanan dan fasilitas.
·         Dari segi semangat religiusitas, boarding school menjanjikan pendidikan yang seimbang antara kebutuhan jasmani dan ruhani, intelektual dan spiritual. Diharapkan akan lahir peserta didik yang tangguh secara keduniaan dengan ilmu dan teknologi, serta siap secara iman dan amal soleh.
Pendidikan dengan sistem boarding school antara lain mencakup:
·           Salimun ‘aqidah atau penanaman akidah yang selamat
·            Sahihul ‘ibadah atau ibadah yang benar
·           Matinul khuluq atau penenaman akhlak terpuji
·           Quadirul ‘alal kasbi atau mengajarkan kemandirian secara ekonomi
·           Mu’saqaful fikri atau menggugah untuk berwawasan luas dengan gemar membaca dan menulis
·           Qowiyul jims atau melatih fisik yang kaut
·           Mujahidun lii nafsi atau menanamkan untuk bersungguh-sungguh menjaga diri
·           Munazomi fii su’unihi atau menanamkan untuk selalu teratur dalam segala hal
·           Hari’sun ‘alal waqtihi atau menanamkan untuk selalu menjaga waktu
·           Nafi’un lii gairihi atau bermanfaat bagi orang lain
Disamping itu, setiap pembelajaran bidang studi yang dilaksanakan selalu diintegrasikan dengan nilai-nilai kejujuran, toleran, kepatuhan dan ketaatan, rasa tanggungjawab, dan kemandirian, dengan latihan dan evaluasi yang ukurannya jelas.

C.     Keunggulan Boarding School
Banyak keunggulan yang terdapat dalam sistem pemondokan atau boarding school ini. Dengan sistem mesantren atau mondok, seorang siswa atau santri tidak hanya belajar secara kognitif, melainkan juga afektif dan psikomotor. Belajar afektif adalah mengisi otak siswa/santri dengan berbagai macam ilmu pengetahuan, dengan cara melatih kecerdasan anak. Sementara menghadapi era modernisme seperti sekarang ini, otak siswa tidak lagi cukup dengan dipenuhi ilmu pengetahuan, melainkan perlu keterampilan dan kecerdasan merasa dan berhati nurani. Sebab, pada kenyataannya, dalam menghadapi kehidupan, manusia menyelesaikan masalah tidak cukup dengan kecerdasan intelektual, melainkan perlu kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Mengajarkan kecerdasan emosional dan spiritual tidak cukup dilakukan secara kognitif, sebagaimana mengajarkan kecerdasan intelektual. Dalam hal ini diperlukan proses internalisasi dari berbagai pengertian yang ada dalam rasio ke dalam hati sanubari.
Salah satu cara terbaik mengajarkan dunia afektif adalah pemberian teladan dan contoh dari para pemimpin dan orang-orang yang berpengaruh di sekitar anak. Dengan mengasramakan anak didik sepanjang 24 jam, anak didik tidak hanya mendapatkan pelajaran secara kognitif, melainkan dapat menyaksikan langsung bagaimana perilaku ustadz, guru, dan orang-orang yang mengajarkan mereka. Para siswa bisa menyaksikan langsung, bahkan mengikuti imam, bagaimana cara salat yang khusuk, misalnya. Ini sangat berbeda dengan pelajaran salat, misalnya, yang tanpa disertai contoh dan pengalaman makmum kepada imam yang salatnya khusuk. Jangan-jangan pelajaran di ke kelas bisa berbeda dengan pelaksanaan di rumah saat murid/santri melaksanakannya sendiri.
Di samping itu, dengan sistem boarding school, para pimpinan pesantren dapat melatih psikomotorik anak lebih optimal. Dengan otoritas dan wibawa yang dimiliki, para guru mampu mengoptimalkan psikomotorik siswa, baik sekadar mempraktikkan berbagai mata pelajaran dalam bentuk gerakan-gerakan motorik kasar maupun motorik lembut, maupun berbagai gerakan demi kesehatan jiwa dan psikis anak.
Karena sistem boarding school mampu mengoptimalkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor siswa, maka sistem mesantren ini memiliki prasyarat agar para guru dan pengelola sekolah siap mewakafkan dirinya selama 24 jam. Selama siang dan malam ini, mereka melakukan proses pendidikan, baik ilmu pengetahuan, maupun memberikan contoh bagaimana mengamalkan berbagai ilmu yang diajarkan tersebut.
Kelebihan-kelebihan lain dari sistem ini adalah sistem boarding lebih menekankan pendidikan kemandirian. Berusaha menghindari dikotomi keilmuan (ilmu agama dan ilmu umum). Dengan pembelajaran yang mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum diharapkan akan membentuk kepribadian yang utuh setiap siswanya. Pelayanan pendidikan dan bimbingan dengan sistem boarding school yang diupayakan selama 24 jam, akan diperoleh penjadwalan pembelajaran yang lebih leluasa dan menyeluruh, segala aktifitas siswa akan senantiasa terbimbing, kedekatan antara guru dengan siswa selalu terjaga, masalah kesiswaan akan selalu diketahui dan segera terselesaikan, prinsip keteladanan guru akan senantiasa diterapkan karena murid mengetahui setiap aktifitas guru selama 24 jam. Pembinaan mental siswa secara khusus mudah dilaksanakan, ucapan, perilaku dan sikap siswa akan senantiasa terpantau, tradisi positif para siswa dapat terseleksi secara wajar, terciptanya nilai-nilai kebersamaan dalam komunitas siswa, komitmen komunitas siswa terhadap tradisi yang positif dapat tumbuh secara leluasa, para siswa dan guru-gurunya dapat saling berwasiat mengenai kesabaran, kebenaran, kasih sayang, dan penanaman nilai-nilai kejujuran, toleransi, tanggungjawab, kepatuhan dan kemandirian dapat terus-menerus diamati dan dipantau oleh para guru / pembimbing.
Beberapa hal yang patut menjadi catatan dari keunggulan system boarding school yang tidak dimiliki oleh system regular diantaranya adalah:
1.      Program Pendidikan Paripurna
Umumnya sekolah-sekolah regular terkonsentrasi pada kegiatan-kegiatan akademis sehingga banyak aspek hidup anak yang tidak tersentuh. Hal ini terjadi karena keterbatasan waktu yang ada dalam pengelolaan program pendidikan pada sekolah regular. Sebaliknya, sekolah berasrama dapat merancang program pendidikan yang komprehensif-holistic dari program pendidikan keagamaan, academic development, life skill(soft skill dan hard skill) sampai membangun wawasan global. Bahkan pembelajaran tidak hanya sampai pada tataran teoritis, tapi juga implementasi baik dalam konteks belajar ilmu ataupun belajar hidup.
2.      Fasilitas Lengkap
Sekolah berasrama mempunyai fasilitas yang lengkap; mulai dari fasilitas sekolah yaitu kelas belajar yang baik(AC, 24 siswa, smart board, mini library, camera), laboratorium, clinic, sarana olah raga semua cabang olah raga, Perpustakaan, kebun dan taman hijau. Sementara di asrama fasilitasnya adalah kamar(telepon, TV, AC, Pengering Rambut, tempat handuk, karpet diseluruh ruangan, tempat cuci tangan, lemari kamar mandi, gantungan pakaian dan lemari cuci, area belajar pribadi, lemari es, detector kebakaran, jam dinding, lampu meja, cermin besar, rak-rak yang luas, pintu darurat dengan pintu otomatis. Sedangkan fasilitas dapur terdiri dari: meja dan kursi yang besar, perlengkapan makan dan pecah belah yang lengkap, microwape, lemari es, ketel otomatis, pembuat roti sandwich, dua toaster listrik, tempat sampah, perlengkapan masak memasak lengkap, dan kursi yang nyaman.

3.      Guru Yang Berkualitas
Sekolah-sekolah berasrama umumnya menentukan persyaratan kualitas guru yang lebih jika dibandingkan dengan sekolah konvensional. Kecerdasan intellectual, social, spiritual, dan kemampuan paedagogis-metodologis serta adanya ruh mudarris pada setiap guru di sekolah berasrama. Ditambah lagi kemampuan bahsa asing: Inggris, Arab, Mandarin, dll. Sampai saat ini dalam penilaian saya sekolah-sekolah berasrama(boarding school) belum mampu mengintegrasikan guru sekolah dengan guru asrama. Masih terdapat dua kutub yang sangat ekstrim antara kegiatan pendidikan dengan kegiatan pengasuhan. Pendidikan dilakukan oleh guru sekolah dan pengasuhan dilakukan oleh guru asrama.

4.      Lingkungan yang Kondusif
Dalam sekolah berasrama semua elemen yang ada dalam komplek sekolah terlibat dalam proses pendidikan. Aktornya tidak hanya guru atau bisa dibalik gurunya bukan hanya guru mata pelajaran, tapi semua orang dewasa yang ada di boarding school adalah guru. Siswa tidak bisa lagi diajarkan bahasa-bahasa langit, tapi siswa melihat langsung praktek kehidupan dalam berbagai aspek. Guru tidak hanya dilihatnya di dalam kelas, tapi juga kehidupan kesehariannya. Sehingga ketika kita mengajarkan tertib bahasa asing misalnya maka semuanya dari mulai tukang sapu sampai principal berbahasa asing. Begitu juga dalam membangun religius socity, maka semua elemen yang terlibat mengimplementasikan agama secara baik.
5.      Siswa yang Heterogen
Sekolah berasrama mampu menampung siswa dari berbagai latar belakang yang tingkat heteroginitasnya tinggi. Siswa berasal dari berbagai daerah yang mempunyai latar belakang social, budaya, tingkat kecerdasan, kempuan akademik yang sangat beragam. Kondisi ini sangat kondusif untuk membangun wawasan national dan siswa terbiasa berinteraksi dengan teman-temannya yang berbeda sehingga sangat baik bagi anak untuk melatih wisdom anak dan menghargai pluralitas.
6.      Jaminan Keamanan
Sekolah berasrama berupaya secara total untuk menjaga keamanan siswa-siswinya. Makanya, banyak sekolah asrama yang mengadop pola pendidikan militer untuk menjaga keamanan siswa-siswinya. Tata tertib dibuat sangat rigid lengkap dengan sangsi-sangsi bagi pelanggarnya. Daftar “dosa” dilist sedemikan rupa dari dosa kecil, menengah sampai berat. Jaminan keamanan diberikan sekolah berasarama, mulai dari jaminan kesehatan(tidak terkena penyakit menular), tidak NARKOBA, terhindar dari pergaulan bebas, dan jaminan keamanan fisik(tauran dan perpeloncoan), serta jaminan pengaruh kejahatan dunia maya.
7.      Jaminan Kualitas
Sekolah berasrama dengan program yang komprehensif-holistik, fasilitas yang lengkap, guru yang berkualitas, dan lingkungan yang kondusif dan terkontrol, dapat memberikan jaminan kualitas jika dibandingkan dengan sekolah konvensional. Dalam sekolah berasrama, pintar tidak pintarnya anak, baik dan tidak baiknya anak sangat tergantung pada sekolah karena 24 jam anak bersama sekolah. Hampir dapat dipastikan tidak ada variable lain yang “mengintervensi” perkembangan dan progresivits pendidikan anak, seperti pada sekolah konvensional yang masih dibantu oleh lembaga bimbingan belajar, lembaga kursus dan lain-lain. Sekolah-sekolah berasrama dapat melakukan treatment individual, sehingga setiap siswa dapat melejikan bakat dan potensi individunya.
Namun demikian ada beberapa hal yang patut diwaspadai bahwa ada kendala di lapangan dalam penyelenggaraan boarding school. Diantara problem tersebut adalah:
a.       Ideologi Sekolah Boarding yang Tidak Jelas
Term ideology  digunakan untuk menjelaskan tipologi atau corak sekolah berasrama, apakah religius, nasionalis, atau nasionalis-religius. Yang mengambil corak religius sangat beragam dari yang fundamentalis, moderat sampai liberal.Masalahnya dalam implementasi ideologinya tidak dilakukan secara kaffah. Terlalu banyak improvisasi yang bias dan keluar dari pakem atau frame ideology tersebut. Hal itu juga serupa dengan yang nasionalis, tidak mengadop pola-pola pendidikan kedisiplinan militer secara kaffah, akibatnya terdapat kekerasan dalam sekolah berasrama. Sementara yang nasionalis-religius dalam praktik sekolah berasrama saya melihatnya masih belum jelas formatnya.
b.      Dikotomi guru sekolah vs guru asrama (pengasuhan)
Sampai saat ini sekolah berasrama kesulitan mencari guru yang cocok untuk sekolah berasrama. Pabrikan guru (IKIP dan Mantan IKIP) tidak “memproduksi” guru-guru sekolah berasrama. Akibatnya, masing-masing sekolah mendidik guru asrmanya sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh lembaga tersebut. Guru sekolah (mata pelajaran) bertugas hanya untuk mengampu mata pelajarannya, sementara guru pengasuhan adalah tersendiri hanya bicara soal pengasuhan. Padahal idealnya, dua kompetensi tersebut harus melekat dalam sekolah berasrama. Ini penting untuk tidak terjadinya saling menyalahkan dalam proses pendidikan antara guru sekolah dengan guru asrama.
c.       Kurikulum Pengasuhan yang Tidak Baku
Salah satu yang membedakan sekolah-sekolah berasrama adalah kurikulum pengasuhannya. Kalau bicara kurikulum academicnya dapat dipastikan hampir sedikit perbedaannya. Semuanya mengacu kepada kurikulum KTSP-nya produk DEPDIKNAS dengan ditambah pengayaan atau suplemen kurikulum international dan muatan local. Tapi kalau bicara tentang pola pengasuhan sangat beragam, dari yang sangat militer(disiplin habis) sampai ada yang terlalu lunak. Kedua-duanya mempunyai efek negative(Sartono Mukadis), pola militer melahirkan siswa yang berwatak kemiliter-militeran dan terlalu lunak menimbulkan watak licik yang bisa mengantar sang siswa mempermainkan peraturan.

d.      Sekolah dan Asrama Terletak dalam Satu Lokasi
Umumnya sekolah-sekolah berasrama berada dalam satu lokasi dan dalam jarak yang sangat dekat. Kondisi ini yang telah banyak berkontribusi dalam menciptakan kejenuhan anak berada di sekolah Asrama. Faktor ini(salah satu factor) yang menyebabkan SMA Madania di parung Bogor sempat mengistirahatkan boarding schoolnya. Karena menurut Komaruddin Hidayat(Direktur Executive Madania), siswa harus mengalami semacam proses berangkat ke sekolah. Dengan begitu, mereka mengenyam suasana meninggalkan tempat menginap, berinteraksi dengan sesama siswa di jalan, serta melihat aktivitas masyarakat sepanjang jalan. Faktor ini juga yang menyebabkan IIEC Group mendirikan International Islamic High School Boarding Intermoda (IIHSBI), dimana sekolah dan asrama serta fasilitas utama lainnya tidak berada dalam satu tempat sehingga siswa dituntut untuk mempunyai mobilitas tinggi, kesehatan dan kebugaran yang baik, dan dapat membaca setiap fenomena yang ada disekitarnya.
Pendekatan Menyeluruh Sebagai Solusi
Tidak bisa dipungkiri bahwa mayoritas siswa yang sekolah boarding school adalah kemauan dari orang tua siswa bukan dari siswa itu sendiri. Akibatnya, dubutuhkan waktu yang lama (rata-rata 4 bulan) untuk siswa menyesuaikan diri dan masuk kedalam konsep pendidikan boarding yang integrative. Hal ini disebabkan karena citra seklolah berasrama yang menakutkan, kaku, membosankan (bukan boarding school tapi boring school). Oleh sebab itu perlu di-design sekolah berasrama yang menarik, nyaman, dan menyenangkan. Pendekatan menyeluruh merupakan salah satu jawaban untuk menyelesaikan problem tersebut.
Konsep sekolah berasrama perlu pendekatan menyeluruh, terutama dalam memahami peserta didik. Sekolah berasrama tidak cukup hanya dengan menyediakan fasilitas akademik dan fasilitas menginap memadai bagi siswa, tetapi juga menyediakan guru yang menggantikan peran orangtua dalam pembentukan watak dan karakter. Kedekatan antara siswa dan guru dalam sekolah berasrama yang tercipta oleh intensitas pertemuan yang memadai akan mempermudah proses transfer ilmu dari pendidik ke peserta didik. Kedekatan akan mengubah posisi guru di mata para murid. Dari sosok ditakuti atau disegani ke sosok yang ingin diteladani. Dr Georgi Lozanov (1897) menyatakan bahwa suatu tindak tanduk yang diperlihatkan oleh gurunya kepada para siswa dalam proses belajarnya, merupakan tindakan yang paling berpengaruh, sangat ampuh serta efektif dalam pembentukan kepribadian mereka.
Keteladanan secara personality dapat membangun kepercayaan diri untuk dapat berkomunikasi secara internal personality. Dan akan tercipta tanpa si anak merasa asing dengan kemampuan yang mereka miliki dalam menyampaikan pesan atau ide-ide pemikirannya kepada orang lain. Apakah itu dalam bentuk verbal maupun nonverbal, seperti menentukan sikap dan tingkah laku keseharian mereka. Keteladanan, ketulusan, kongkruensi, dan kesiapsiagaan guru mereka 1×24 jam akan memberdayakan dan mengilhami siswa untuk membebaskan potensi mereka sebagai pelajar. Hal itu akan mempercepat pertumbuhan kecerdasan emosionalnya. Jika metode pembelajarannya diberdayakan secara maksimal, maka kesuksesan para pelajar akan lebih mudah untuk direalisasikan. Pencapaian itu bisa dilakukan kalau senantiasa terjadi interaksi yang merangsang pertumbuhan sikap mental. Namun untuk itu dibutuhkan seorang quantum teacher yang memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. Digabungkan dengan rancangan pengajaran yang efektif, harmonisasi keduanya akan memberikan pengalaman belajar yang dinamis bagi siswa
Guru-guru sekolah berasrama harus banyak “diproduksi” oleh universitas-universitas yang selama ini melahirkan banyak guru-guru mata pelajaran. Guru sekolah berasrama adalah guru yang mengemban amanah lebih jika dibandingkan dengan guru sekolah konvensional. Dia tidak hanya pintar mengajar, tapi juga pintar berteman, pintar memberi pengayoman, pintar bercerita, mempunyai energi psikis yang banyak, selalu berkembang dan terus berkembang. Karena yang dia hadapi adalah siswa atau peserta didik yang terus berkembang, terus belajar, dan terus berubah. Bagaimana kita melahirkan peserta didik yang hebat, visioner, responsive, kalau gurunya adalah orang-orang yang tidak cinta ilmu, tidak terus belajar, dan tidak terus berkembang.
Dalam pola pengasuhan perlu diterapkan pola pengasuhan yang dapat menyiasati dua kutub yang ekstrem(disiplin militer dan longgar habis) agar siswa bisa memiliki watak dan tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan juga terhadap lingkungan masyarakat.
Dalam konteks manajemen sekolah, boarding school model pengelolaannya harus lebih lentur, efektive, dan menerapkan manajemen berbasis sekolah secara konsisten. Sekarang ini DEPDIKNAS sudah mengesahkan MBS dan KTSP tapi banyak pengelola sekolah yang mencari pembandingnya adalah sekolah negeri. Padahal sekolah negeri adalah sekolah yang sangat standard dan tidak layak dijadikan model oleh pengelola boarding school. Misalnya soal waktu belajar, di negeri untuk tamat sekolah SMA rata-rata membutuhkan waktu 3 tahun dengan belajar perhari 8 jam penuh. Sementara di boarding school 24 jam dikurangi waktu tidur 8 jam perhari berarti 16 jam perhari. Kalau waktu-waktu ini dimaksimalkan mengapa harus 3 tahun, kenapa tidak 2 tahun sehingga boarding school menjadi menarik. Dasar ini bisa dijadikan argumentasi kepada regulator sekolah (DEPDIKNAS) payung hukumnya bisa menggunakan payung hukum akselerasi tapi substansinya adalah regular.
D.    Profil Lulusan
Produk atau lulusan dari perpaduan pondok pesantren dan sekolah menurut Muhaimin yaitu untuk mencetak anak agar menjadi “Zurriyyah qurrota a’yun” (anak/keturunan yang menyenagkan hati) yang pada gilirannya akan menjadi “Imam li al-muttaqin” (pengayom bagi orang yang bertaqwa). Zurriyyah qurrota a’yun adalah kader-kader yang akan menjadi Imam li al-muttaqin. Imam li al muttaqin memiliki dua ciri yaitu Itba’ syari’atillah (mengikuti ajaran Allah yang tertuang dan terkandung dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah) sekaligus Itba’ sunnatillah (mengikuti aturan-aturan Allah yang berlaku di alam semesta ini). Profil orang-orang yang itba’syari’atillah adalah:
·         Mereka senantiasa membaca Al-Qur’an dan sunnah dan berusaha memahami ajaran Allah yang terkandung di dalamnya serta berusaha menghayatinya.
·         Mereka dapat memposisikan diri sebagai pelaku (actor) ajaran islam, bukan hanya pemikir atau penalar, tetapi juga menjadi pelaku yang setia, karena pada dasarnya agama islam adalah bukan sekedar intelektual, tetapi justru sebagai agama amal.
·         Mereka memiliki komitmen yang tinggi terhadap ajaran dan nilai-nilai islam
·         Mereka siap berdedikasi dalam rangka menegakkan ajaran dan nilai-nilai islam yang rahmatan lil ‘alamin. Karena itulah, profil orang-orang yang itba’ syari’atillah adalah mereka yang memiliki kemantapan akidah, kedalaman spiritual dan keunggulan moral, serta siap berjuang dan berdedikasi dalam menegakkan ajaran islam dan nilai-nilai islam yang universal.
Disamping itu, orang yang bertakwa juga sekaligus harus itba’ sunnatillah. Profil yang itba’ sunnatillah adalah:
Ø  Mereka berusaha membaca dan memahami fenomena alam, fenomena social, dan fenomena lainnya.
Ø  Agar mereka dapat memahami sunnatullah, maka mereka harus mempelajari IPA, IPS, MATEMATIKA, Bahasa asing, dll., gemar melakukan penelitian sehingga memiliki daya analisis yang tajam.
Ø  Mereka senantiasa berusaha membangun kepekaan intelektual serta kepekaan informasi.
Karena masing-masing memiliki individu yang bakat, kemampuan dan minat tertentu, maka dalam itba’ sunnatillah perlu melakukan pengembangan diri sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing.
Sedangkan menurut M. M. Billah yang dikutip oleh A. Tafsir mengemukakan bahwa tipe produk dari lembaga yang memadukan pesantren dan sekolah yaitu:
Ø  Religius Skillfull People, yaitu insan muslim yang akan menjadi tenaga-tenaga terampil, ikhlas, cerdas mandiri, tetapi sekaligus mempunyai iman yang teguh dan utuh sehingga religious dalam sikap dan perilaku, yang akan mengisi kebutuhan tenaga kerja di dalam berbagai sector pembangunan.
Ø  Religius Community Leader, yaitu insan Indonesia yang ikhlas, cerdas dan mandiri dan akan menjadi penggerak yang dinamis di dalam transformasi sosial budaya (madani) dan sekaligus menjadi benteng terhadap ekses negative pembangunan dan mampu membawakan aspirasi masyarakat, dan melakukan pengendalian social.
Ø   Religius Intelektual, yang mempunyai integritas kukuh serta cakap melakukan analisa ilmiah dan cocern terhadap masalah-masalah sosial. dalam dimensi sosialnya, pondok pesantren dapat menempatkan posisinya sebagai lembaga kegiatan pembelajaran masyarakat yang berfungsi menyampaikan teknologi baru yang cocok buat masyarakat sekitar dan memberikan layanan social dan keagamaan, sekaligus pula memfungsikan sebagai laboratorium social, dimana pondok pesantren melakukan eksperimentasi pengembangan masyarakat, sehingga tercipta keterpaduan hubungan antara pondok pesantren dan masyarakat secara baik dan harmonis, saling menguntungkan dan saling mengisi.
E.     Penerapan di Indonesia
Diantara lembaga pendidikan terpadu yang menerapkan boarding school yaitu MAN Insan Cendekia yang didirikan pada tahun 1996 oleh BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) atas prakarsa Prof. Dr. BJ. Habibie di daerah Serpong Banten dan di Gorontalo. Sekolah berasrama ini diorientasikan untuk memberi bekal berimbang antara ilmu pengetahuan  dan teknologi (iptek) serta iman dan takwa. Fokus pendidikan Insan cendekia yang bersifat kurikuler yaitu untuk mewujudkan siswa agar menguasai perkembangan sains dan teknologi serta kemampuan bahasa asing, terutama bahasa inggris dan arab yang menjadi salah satu indicator keunggulan sekolah ini. Karena itu kampus Insan Cendekia dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti perpustakaan, laboratoriun fisika, kimia, biologi, bahasa, ruang computer dan rumah kaca. Dan guna menciptakan keseimbangan antara penguasaan sains dan teknologi dengan basis keagamaan yang kuat, pendidikan agama diberikan pada setiap malam serta pada waktu subuh meliputi enam bidang kajian yaitu bahasa arab, fiqih, shirah nabawiyah dan akhlak, tauhid, mushthalah al-hadits dan ulum al-Qur’an.
Lembaga pendidikan lainnya yaitu SMU Islam Unggulan Madania, Parung, Bogor. SMU ini didirikan pada tahun 1996 di bawah yayasan Madania yang diprakarsai oleh Dr. Nurcholish Madjid. Pendidikan SMU Madania berpusat pada siswa dan menerapkan kurikulum dengan acuan bahwa para siswa harus mampu menguasai matematika, pengetahuan alam, sejarah, geografi, ekonomi, music, dan seni. Bidang pendidikan agama, bahasa inggris, bahasa arab, computer dan olah raga juga mendapatkan prioritas di sekolah ini. Keseluruhan proses pendidikan di SMU Madania diarahkan pada pengembangan kepribadian serta pembentukan watak. Sebagai nilai tambah keunggulan SMU Madania, diterapkan kurikulum plus yang mengandung tiga dimensi kualitas, yaitu:
Ø  Spiritual islam yang termasuk didalamnya hikmah dan filosofi ibadah-ibadah formal
Ø   Akhlak dan kepribadian
Ø  Kepemimpinan
Ketiga orientasi kualitas tersebutt sebagian besar menjadi bagian dari program pengasuhan dan keagamaan di asrama, dan beberapa termasuk kedalam mata pelajaran regular.

F.      IIEC
Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang harus dilakukan oleh semua orang tua agar putra-putrinya menjadi anak yang berilmu pengetahuan dan berwawasan yang luas, kepribadian yang baik dan menarik, memiliki life skill yang tinggi yang dibutuhkan untuk dapat survive dan kompetitif dalam kehidupan global, serta memiliki pengetahuan keislaman yang cukup sehingga dapat menjadi benteng yang kokoh untuk mengarungi kehidupan yang panjang, terjal dan banyak tantangan.
IIEC hadir ingin menjawab tantangan tersebut, dengan berbagi tanggung jawab dengan orangtua. Yakni dengan menyediakan sistem pendidikan yang terpadu menyatukan pendidikan rohani dan jasmani, menyatukan pendidikan duniawi dan ukhrawi.
Orang tua membutuhkan lembaga pendidikan yang baik untuk mengaktifkan potensi-potensi yang ada pada diri putra-putri mereka. Untuk dapat mengelola potensi besar yang ada pada anak-anak dibutuhkan waktu yang panjang. Mereka juga harus dijaga dari kemungkinan terkontaminasi oleh budaya-budaya metropolitan yang kontrapoduktif. Sehingga boarding school adalah pilihan yang tepat untuk terlaksananya pendidikan yang ideal, integratif, dan kaffah. Dalam Boarding School sangat mungkin dilakukan transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kehidupan dan keagamaan secara lebih intensif dan holistik (holistic learning).
Menjawab kebutuhan orangtua dalam pendidikan sistem boarding school, IIEC menghadirkan beberapa sekolah. Antara lain adalah International Islamic High School (IIHS) – Boarding Intermoda dan International Islamic Secondary School (IISS) – Boarding Intermoda yang menyelenggarakan pendidikan boarding dengan format yang sangat lengkap (sekolah dan asrama serta fasilitas lainnya). Berada di tengah kota yang terkoneksi dan terintegrasi dalam sebuah sistem yang terencana, teroganisasi, dan terkontrol secara baik serta digerakkan oleh SDM yang berkualitas secara intelektual, maupun emosional – spiritualnya.
Adapun visi IIEC adalah membangun pendidikan internasional berdasarkan Al-Quran dan Sunnah Rasul SAW untuk menegakkan eksistensi manusia sebagai Khalifatullah Fi’l-ardh. Sedangkan misinya adalah membangun manusia ber-akhlaq-ul karimah, siddiq, amanah, fathanah, tabligh dan mampu mengemban Islam sebagai agama pembawa rahmat bagi alam semesta.
Sedangkan Guru dan Tenaga Administrasi yang disiapkan IIEC adalah orang-orang yang memiliki karakter keislaman yang kuat, lulus S1, S2, dan S3 dari perguruan tinggi ternama dalam dan luar negeri.
Program pendidikan di IIEC meliputi:
1. Islamic Studies Program
Islamic studies diarahkan untuk mengembangkan wawasan keagamaan yang luas, terbuka dan dapat mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari serta memberi warna dalam semua aspek kehidupan yang sehingga terlahir pribadi yang shaleh pada tingkat spiritual.


2. Academic Program
Program akademik diarahkan untuk mengembangkan intelektual (intellectual development) siswa sehingga terlahir pribadi yang rasional, obyektif dan kritis. Program akademik menggunakan kurikulum nasional, kurikulum internasional dan kurikulum berciri khas International Islamic Education Council (IIEC).
3. Overseas Program
Diarahakan untuk mengembangkan wawasan internasional dan global, sehingga siswa memiliki perspektif dan mindset global tentang bahasa, budaya, gaya hidup, ilmu dan teknologi yang sama dibutuhkan bagi semua siswa untuk kehidupan ke depan. Terutama dalam melihat tantangan, peluang dan modal apa yang harus dimiliki siswa agar dapat survive dan kompetitif dengan warga dunia lainnya.
4. Interpersonal Skills Program
Interpersonal Skills Program diarahkan untuk mengembangkan kemampuan personal (personal development) baik yang soft skill maupun yang hard skill. Interpersonal Skills Program sangat dibutuhkan untuk kemandirian siswa, pembangunan karakter dan ketrampilan hidup sesuai dengan tuntutan global.
G.    Boarding School di Negara Maju
Pemandangan yang amat mencolok antara pendidikan di Indonesia dan Korea sebagai salah satu Negara maju dapat kita jadikan pembelajaran. Perhatikan table berikut:
No
Indonesia
Korea
01
Satpol PP merazia siswa yang keluyuran ke warnet (untuk main game)  pada jam belajar
Polisi Korea merazia siswa korea yang kerajinan belajar (terlalu sering belajar)
02
Orang tua di Indonesia masih banyak yang berorientasi glamor, sehingga pergi ke mall menjadi kebutuhan harian.
Hanya sedikit orang tua yang memperioritaskan pendidikan untuk anak-anaknya
Mayoritas orang tua di Korea Selatan menjaga nilai kompetensi anaknya agar mampu berkompetisi dengan ketat, sehingga anak-anak mereka sudah masuk boarding school pada usia dini, bahkan pada usia 3 tahun.
03
Tingkat stressing masyarakat Indonesia cukup kecil dalam dunia kompetisi pendidikan. Mayoritas orang Indonesia stress karena factor ekonomi
Korea mencatatkan dirinya sebagai Negara terbesar didunia tingkat bunuh dirinya karena stress dalam berkompetisi.
04
Orang Indonesia lebih mengedepankan konsep bekerja ikhlas walau sering salah jalan menerapkan konsep ini hanya sebagai pelindung dibalik kemalasan
Orang Korea lebih mengedepankan konsep bekerja keras bukan cerdas apalagi ikhlas. Terbukti penelusuran majalah Time menemukan mayoritas anak2 tertidur di local, sementara mereka belajar dirumah hingga larut malam.
05
Banyak perguruan tinggi negeri di Indonesia yang diperebutkan oleh ribuan calon mahasiswa, walaupun tidak semua PTN tersebut favorit
Hanya ada 3 PT favorit yang diperebutkan oleh sedikitnya 580 ribu calon mahasiswa yang mengakibatkan tingkat kompettisinya sangat ketat.
05
Mayoritas anak Indonesia belajar karena tekanan orang tua
Hampir semua anak Korea belajar karena keinginan orang tuanya

III.    Kesimpulan
Lembaga pendidikan terpadu merupakan lembaga pendidikan yang memadukan sistem pendidikan pesantren dan sekolah. Pendidikan terpadu ini dapat dijadikan solusi bagi para orang tua yang menginginkan anaknya dapat memahami pengetahuan bukan hanya pada pengetahuan umum tetapi juga pengetahuan agama. Boarding school adalah salah satu dari model pendidikan terpadu. Dengan adanya boarding school, keinginan orang tua mendapatkan sekolah berkualitas didukung tempat tinggal yang bagus bagi anak-anaknya dapat terpenuhi. Selain adanya pengawasan 24 jam, menyekolah anak di boarding school juga bisa meningkatkan persaudaraan yang kental di antara anak-anak, menciptakan hubungan yang baik antara guru dan murid.
Ada beberapa keuntungan dari penyelenggaraan model boarding school ini:
  1. Pertama, bagi orang tua yang keduanya sibuk bekerja adalah suatu nilai lebih tersendiri karena anak telah tertangani oleh para praktisi pendidikan. Hal ini lebih baik untuk perkembangan pendidikan dari pada berada di lingkungan rumah yang kurang mobilitas dan penanaman disiplinya, juga terhindar dari pengaruh buruk media maupun lingkungan masyarakat yang cenderung masif dan merusak.
  2. Kedua, bagi siswa, kemungkinan besar lebih terkondisi oleh lingkungan sekolah melalui pembinaan akhlaq dari para tenaga pendidik yang ahli sepanjang waktu terutama sela-sela tertentu, seperti waktu shalat, menjelang istirahat, dan selesai fajar. Di waktu itulah siswa mengenal hakikat kehidupan lewat pendekatan para pengasuhnya. 
  3. Ketiga, siswa lebih terjaga dari efek buruk lingkungan diluar pesantren/sekolah terutama di jalan raya yang hampir setiap hari jam pulang sekolah terjadi tawuran pelajar. Lingkungan pesantren lebih steril dari berbagai hal negatif, terutama diwaktu-waktu senggang. Ditambah lagi tetap dalam pengawasan sepanjang hari melalui para ustadz yang senantiasa mensosialisasikan kehidupan yang Islami
Beberapa hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan Boarding School adalah:
1.      Ideologi sekolah pada boarding school yang tidak jelas
2.      Adanya dikotomi guru sekolah vs guru asrama
3.      Kurikulum pengasuhan yang tidak baku
4.      Sekolah dan asrama terletak dalam satu lokasi
Kendala-kendala di atas dapat diminimalisir dengan konsep PendekatanMenyeluruh





DAFTAR PUSTAKA


Nurhayati Djamas. 2009. Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia PascaKemerdekaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Muhaimin. 2009. Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Muzayyin Arifin. 2008. Kapita Selekta Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi aksara

Taqiyuddin. 2008. Sejarah Pendidikan. Bandung: Mulia Press

Asrori S. Karni. 2009. Etos Studi Kaum Santri (Wajaah Baru Pendidikan Islam). Bandung: PT. Mizan Pustaka.

A. Tafsir, dkk. Cakrawala pemikiran Pendidikan Islam. Bandung; Mimbar Pustaka. 2004. Hal 212

http://masthoni.wordpress.com/2009/06/14/boarding-school-dan-pesantren-masa-depan/
http://ي و قا شر م ما إ » Blog Archive » PEMBAHARUAN PEMIKIRAN PESANTREN.htm

http://michailhuda.multiply.com/journal/item/57/Sistem_Pendidikan_Boarding_School_Efektif_Untuk_Pendidikan_Karakter_Bulding?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem






































Tidak ada komentar:

Posting Komentar