Kamis, 16 Mei 2013

UN SD dan Sederajat Resmi Dihapus

Mulai tahun depan siswa SD/sederajat yang mau naik jenjang ke SMP/sederajat tidak perlu susah-susah mengikuti ujian nasional (UN). Sebab secara resmi pemerintah menghapus UN untuk jenjang SD. Penghapusan ini muncul, karena konsekuensi penerapan kurikulum baru yang berbasis tematik integratif.
Penghapusan UN SD ini tertuang dalam pasal 67 ayat 1a PP Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal tadi berbunyi; Ujian nasional untuk satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk SD/MI/SDLB atau bentuk lain yang sederajat.
Ditemui di ruang kerjanya kemarin (14/5), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengakui jika mulai tahun depan tidak ada lagi UN untuk siswa SD. "Untuk penegasan lagi, nanti aturan baru ini akan kami bawa di konvensi pendidikan," tandasnya.
Konvensi ini merupakan ajang rembuk masal tentang pendidikan yang diprakarsai Kemendikbud untuk mencari jalan tengah atas segala polemik pendidikan nasional. Seperti penyelenggaraan UN, penerapan kurikulum, dan sebagainya. Rencananya konvensi ini diselenggarakan September mendatang.
Nuh menuturkan, penghapusan UN SD ini sejatinya bukan hal yang signifikan. "Sebab SD dan SMP itu sama-sama pendidikan dasar (dikdas). Meskipun SMP itu menengah, tetap pendidikan dasar," urai menteri asal Surabaya itu. Dia mengatakan bahwa dalam PP tadi yang dihapus adalah UN. Namun untuk sistem evaluasi akhir, tetapi akan dijalankan oleh masing-masing satuan pendidikan.
Merujuk pada PP tadi, yang disebut UN adalah penugasan evaluasi akhir yang dilakukan oleh Kemendikbud kepada Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Nah dengan ketentuan tadi, sistem evaluasi akhir di SD mulai tahun depan kemungkinan masih tetap ada, tetapi bukan lagi berbentuk UN dan tidak dikontrol atau dikendalikan Kemendikbud. Selain bentuknya yang bakal berubah, fungsi ujian akhir nanti juga bukan lagi meluluskan atau tidak meluluskan siswa seperti saat ini.
"Pada prinsipnya evaluasi akhir itu tetap ada," tegas Nuh. Perkara nanti dikendalikan penuh oleh satuan pendidikan atau sekolah, dinas pendidikan kabupaten atau kota, hingga prvonsi, akan diatur dalam Peraturan Menteri (Permen). Nuh mengatakan, sampai saat ini, belum ada satupun Permen yang dikeluarkan atas amanat PP 32/2013 yang diteken presiden pada 7 Mei lalu itu.
Nuh mengakui, jika selama ini ada sistem peralihan siswa dari SD ke SMP yang keliru. Dia mengatakan jika sistem tes tulis untuk saringan masuk di SMP itu tidak dibenarkan oleh Kemendikbud. "Saya tegaskan lagi jika SD dan SMP itu masih sama-sama pendidikan dasar. Beda dengan dari SMP ke SMA yang beda tingkatan (SMA adalah pendidikan menengah, red)," urai mantan rektor ITS itu.
Menurut Nuh, ketika siswa menuntaskan pembelajaran di jenjang SD melalui UN, seharusnya tidak perlu lagi dites tulis ketika masuk ke SMP. "Cukup dirangking berdasarkan hasil UN dan rapor saja," kata dia. Nuh mengatakan, akan terjadi benturan ketika ke luar SD menjalani tes tulis (berupa UN) dan ketika masuk SMP kembali dites tulis lagi.
Ketika tahun depan UN SD dihapus, Nuh membeberkan perkiraan sejumlah alternatif konsekuensi. Di antara yang paling memungkinkan adalah, penerapan tes tulis masuk SMP yang bakal diperketat standarisasinya, khususnya di SMP negeri. Upaya ini bukan berarti untuk menghambat wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas) sembilan tahun. Namun lebih untuk mengontrol kualitas output yang dihasilkan oleh SD.
Nuh menuturkan, tes tulis masuk SMP masih diperbolehkan ketika masih ada era rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI). "Tetapi sekarang kan RSBI sudah almarhum (tidak ada, red)," ujarnya. Sehingga seluruh sekolah bekas RSBI kembali menjadi sekolah reguler.
Ditarik lebih jauh lagi, pengetatan standarisasi tes masuk SMP itu bakal direspon oleh SD untuk lebih ketat meluluskan siswanya. Konsekuensi jika asal meluluskan siswa SD, mereka bisa tidak diterima di SMP yang menjalankan seleksi tulis dengan ketat. Nuh mengatakan bahwa semangat wajar dikdas itu adalah siswa harus belajar. "Apakah kembali belajar di SD atau lanjut ke SMP, yang penting belajar," ujarnya.
Di lingkungan istana presiden, kabar penghapusan unas SD masih landai meskipun PP-nya sudah diteken presiden. Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan, pihak istana belum bisa berbicara banyak tentang sistem evaluasi baru di jenjang SD itu. "Terkait keputusan penghapusan UN SD, kami belum bisa berkomentar banyak," katanya.
Julian mengatakan, pihak istana masih menunggu paparan lebih lanjut dari pihak Kemendikbud. "Dia menegaskan presiden masih menunggu paparan lebih rinci dari Mendikbud," pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar