Mulai tahun depan siswa SD/sederajat yang mau naik
jenjang ke SMP/sederajat tidak perlu susah-susah mengikuti ujian
nasional (UN). Sebab secara resmi pemerintah menghapus UN untuk jenjang
SD. Penghapusan ini muncul, karena konsekuensi penerapan kurikulum baru
yang berbasis tematik integratif.
Penghapusan UN SD ini tertuang dalam pasal 67 ayat 1a
PP Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas PP Nomor 19 Tahun 2005
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal tadi berbunyi; Ujian nasional
untuk satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk SD/MI/SDLB atau bentuk lain
yang sederajat.
Ditemui di ruang kerjanya
kemarin (14/5), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad
Nuh mengakui jika mulai tahun depan tidak ada lagi UN untuk siswa SD.
"Untuk penegasan lagi, nanti aturan baru ini akan kami bawa di konvensi
pendidikan," tandasnya.
Konvensi ini merupakan
ajang rembuk masal tentang pendidikan yang diprakarsai Kemendikbud untuk
mencari jalan tengah atas segala polemik pendidikan nasional. Seperti
penyelenggaraan UN, penerapan kurikulum, dan sebagainya. Rencananya
konvensi ini diselenggarakan September mendatang.
Nuh
menuturkan, penghapusan UN SD ini sejatinya bukan hal yang signifikan.
"Sebab SD dan SMP itu sama-sama pendidikan dasar (dikdas). Meskipun SMP
itu menengah, tetap pendidikan dasar," urai menteri asal Surabaya itu.
Dia mengatakan bahwa dalam PP tadi yang dihapus adalah UN. Namun untuk
sistem evaluasi akhir, tetapi akan dijalankan oleh masing-masing satuan
pendidikan.
Merujuk pada PP tadi, yang disebut
UN adalah penugasan evaluasi akhir yang dilakukan oleh Kemendikbud
kepada Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Nah dengan ketentuan
tadi, sistem evaluasi akhir di SD mulai tahun depan kemungkinan masih
tetap ada, tetapi bukan lagi berbentuk UN dan tidak dikontrol atau
dikendalikan Kemendikbud. Selain bentuknya yang bakal berubah, fungsi
ujian akhir nanti juga bukan lagi meluluskan atau tidak meluluskan siswa
seperti saat ini.
"Pada prinsipnya evaluasi
akhir itu tetap ada," tegas Nuh. Perkara nanti dikendalikan penuh oleh
satuan pendidikan atau sekolah, dinas pendidikan kabupaten atau kota,
hingga prvonsi, akan diatur dalam Peraturan Menteri (Permen). Nuh
mengatakan, sampai saat ini, belum ada satupun Permen yang dikeluarkan
atas amanat PP 32/2013 yang diteken presiden pada 7 Mei lalu itu.
Nuh
mengakui, jika selama ini ada sistem peralihan siswa dari SD ke SMP
yang keliru. Dia mengatakan jika sistem tes tulis untuk saringan masuk
di SMP itu tidak dibenarkan oleh Kemendikbud. "Saya tegaskan lagi jika
SD dan SMP itu masih sama-sama pendidikan dasar. Beda dengan dari SMP ke
SMA yang beda tingkatan (SMA adalah pendidikan menengah, red)," urai
mantan rektor ITS itu.
Menurut Nuh, ketika siswa
menuntaskan pembelajaran di jenjang SD melalui UN, seharusnya tidak
perlu lagi dites tulis ketika masuk ke SMP. "Cukup dirangking
berdasarkan hasil UN dan rapor saja," kata dia. Nuh mengatakan, akan
terjadi benturan ketika ke luar SD menjalani tes tulis (berupa UN) dan
ketika masuk SMP kembali dites tulis lagi.
Ketika
tahun depan UN SD dihapus, Nuh membeberkan perkiraan sejumlah
alternatif konsekuensi. Di antara yang paling memungkinkan adalah,
penerapan tes tulis masuk SMP yang bakal diperketat standarisasinya,
khususnya di SMP negeri. Upaya ini bukan berarti untuk menghambat wajib
belajar pendidikan dasar (wajar dikdas) sembilan tahun. Namun lebih
untuk mengontrol kualitas output yang dihasilkan oleh SD.
Nuh
menuturkan, tes tulis masuk SMP masih diperbolehkan ketika masih ada
era rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI). "Tetapi sekarang
kan RSBI sudah almarhum (tidak ada, red)," ujarnya. Sehingga seluruh
sekolah bekas RSBI kembali menjadi sekolah reguler.
Ditarik
lebih jauh lagi, pengetatan standarisasi tes masuk SMP itu bakal
direspon oleh SD untuk lebih ketat meluluskan siswanya. Konsekuensi jika
asal meluluskan siswa SD, mereka bisa tidak diterima di SMP yang
menjalankan seleksi tulis dengan ketat. Nuh mengatakan bahwa semangat
wajar dikdas itu adalah siswa harus belajar. "Apakah kembali belajar di
SD atau lanjut ke SMP, yang penting belajar," ujarnya.
Di
lingkungan istana presiden, kabar penghapusan unas SD masih landai
meskipun PP-nya sudah diteken presiden. Juru Bicara Kepresidenan Julian
Aldrin Pasha mengatakan, pihak istana belum bisa berbicara banyak
tentang sistem evaluasi baru di jenjang SD itu. "Terkait keputusan
penghapusan UN SD, kami belum bisa berkomentar banyak," katanya.
Julian
mengatakan, pihak istana masih menunggu paparan lebih lanjut dari pihak
Kemendikbud. "Dia menegaskan presiden masih menunggu paparan lebih
rinci dari Mendikbud," pungkasnya.